Kamis, 13 Desember 2012

Cahaya

Pada langitmu kutabur suasa
Maka datang kau dalam cuaca

Jemput aku, dan kita pergi
karena esok datang cahaya.

(Kefa, 11/12/2012)

Hujan

Adalah setelah hujan,
selalu meninggalkan kesan.
Juga setelah senja tadi,
kita isi dengan secangkir kopi.
Uapnya beraroma panen jagung.
(Naesleu, 21-11-2012)

Kamis, 29 November 2012

CERITA SIANG

Cerita kita adalah gerbang dengan debu yang beterbangan,
sesekali diisi layangan daun gugur.
Jalanan beraspal panas adalah santapan siang beraroma antrian di SPBU.
Itu sudah terlalu biasa.
Saking biasa sampai terasa aneh jika tak ada aroma BBM
dan caci maki petugas disambut reffren
serempak dari sopir dan kondektur.
Semua terpanggang.
Gosong. Mati.
Hidup lagi.
Terpanggang lagi.
Gosong lagi.
Mati lagi.

#Bahkan jika hidup adalah perlombaan, bersiaplah untuk mati berkali-kali#

(Naesleu, 30 November 2012)

Sabtu, 17 November 2012

Sajakmu

Jika aku ingin membaca sajak, aku merasuk ke dalam nadimu.
Akan ku temukan kata-kata beku di dalamnya.
Rangkaiannya hanya sebentangan aspal panas jalanan siang hari,
sehingga aku bahkan melangkahinya dengan berjinjit,
sesekali malah meloncat kecil di antara huruf-hurufnya, A sampai Z.
Persimpangan jantungmu perhentianku.
Aku meluber di sana, meluap dalam serambi dan bilik: kiri dan kanan.
Jantungmu adalah sajak, tentang darah dan daging.

(Naesleu, 04 November 2012)

Pembebasan

: Para Pemangku
Kau dengar hentakan putera Timor berderap dalam irama Bonet?
Itu aku, dengan berderap kuteriakkan pembebasan tanahku:
Surga sabana dan cendana.

(Naesleu, 18 November 2012)

Minggu, 28 Oktober 2012

Memori Perjumpaan

Saat kau sambut tanganku erat, kau bilang namamu Bulan.
Langitmu sepenuh hati yg kubingkiskan
di ujung arus terhenti genggamanmu.

(Atambua, 23 Oktober 2012, dipublikasikan Victory News, Minggu, 14 April 2013)

Minggu, 21 Oktober 2012

Siang

Kefa, dengan cerita terpendam.
Pada kendaraan hilir mudik dengan caci maki dan cemooh.
Debu dan uap panas yang terangkat,
keringat bercucuran,
lalu menguap meninggalkan aroma kecut
pada trotoar lapuk bercat zebra.
Siang mengikatmu lagi.

(Naesleu, 18 Oktober 2012)

Jumat, 21 September 2012

Cruzado

pada-Mu segala kisah menuju
hingga jatuh-bangun menjadi nikmat-Mu
tak terbilang.
(Naesleu, Pesta Salib Suci 2012)

Senin, 27 Agustus 2012

SABTU TERAKHIR

buat Diman

Sejarah yang kau torehkan dengan senyum dan air mata telah bermuara. Saat irama mars dengan sayatan requiem sayup bukan lagi luka namun arus kasih yang meluap tak henti. Cinta itu menjemputmu saat genap sembilan hari: sebuah Novena yang kau naikkan penuh harap. Tak ada cemas. Tak ada gelisah. Kau tahu ini? Hari ini Sabtu ketiga perjumpaan kita, sabtu yang kita isi dengan doa-doa, dengan erat berjabat berucap Amin. Kepada mereka semua aku bersaksi. Ia mencintai kehidupan, dan itu diraihnya. Kutemukan dalam matanya. Ini Sabtu terakhir kita. Satu-satunya Sabtu yang tak ada hangat genggam tanganmu. Dingin dan kaku kala kusentuh tangan terkatup di dada. Riwayat kita adalah tiga, dua kali penuh cerita dan sekali diam, untuk selamanya.

#Kupersembahkan catatan kecil ini untuk sahabatku G.E.Sudjardiman yang telah berpulang, dan telah kami makamkan senja tadi, saat matahari bertirai rinai, satu-satu. Dan untuk tiga pertemuan kami yang penuh doa.Selamat jalan sahabat, terima kasih untuk semangat hidup yang kau tularkan. Terima kasih telah mengenalmu. Bawalah kisah-kisah kita sebagai doa buat Sang Hidup.#

(Naesleu, 25 Agustus 2012, dimuat di Victory News, 23 September 2012)

Kamis, 16 Agustus 2012

Cerita Malam

Kemarin kau hanyalah sketsa kecil, sampai aku lelah memandangmu sebagai nyata atau maya... Entah. Sekian dimensi pun tak mampu membilangmu sebagai satu lukisan utuh untuk kisah yang hendak kubangun. Lalu malam pun melamar satu helai halimun tipis di ujung nanarku. Sebelum malam meredup dan pergi, akan kubawa semua menjadi kata2 yg berhamburan ke atas kertas. Dan, bila esok menjelang akan kubacakan sebagai doa pembuka hari, pagi2 buta.
(Naesleu, 16 Agustus 2012)

Rabu, 15 Agustus 2012

NYANYIAN BELALANG TANGISAN PETANI (Part-1)

Kamu ingat kan? Ketika kita adalah bocah dekil yg sering menghabiskan cerita di kali kecil tepi hutan, lalu pulang kegelapan saat suara sayup nenek memanggil dari rumah tua di ujung jalan. Kita bergegas, berhambur laksana suatu perlombaan atletik nomor lari cepat, siapa yang lebih dahulu berada di pelukan nenek. Tetapi pelukan itu tak kita dapatkan. Nenak termenung menatap bulan berbentuk arit tipis di langit barat, posisinya condong ke utara.
"Pakceklik lagi," gumam nenek samar.
Seperti biasa, selalu kita anggap perkataan nenek adalah kebenaran. Dan kali ini kebenaran kesekian tak terhitung yang dikatakan nenek. Seluruh kampung, bahkan sedaerah kita memanen kegagalan. Atau mungkin tepatnya gagal panen. Aku tak tahu, terserah menurutmu mana yang lebih benar sesuai ijazah sarjanamu.

(bersambung...)

Sabtu, 04 Agustus 2012

Juli 21

1 Juli
Huruf-huruf terpaku mati pada kakiku, terlempar sebagai langkah, dan ini terlalu pagi saat lelap dan mimpi masih hangat beraroma bantal.

2 Juli
Dingin yg menghantarmu berpacu. Antara hawa dan halimun perlahan pekat, bias lampu berseliweran di ujung jejak yg kau tinggalkan. Ada resapan hangat di sana, kupungut satu2 sebagai doa. Hari sudah malam.

3 Juli
Selamat untuk pagi yang terus terangkat tinggi. Itu hidupmu yang terus menangkasa. Sampai hari uzur nanti, terbungkus satu paket kisah indah sebagai hadiah terindah kepada malam. Itu asamu, aku pula.

4 Juli
Mentari yang kau junjung di ujung kepalamu, tak kan terurai lagi...

5 Juli
Seharusnya: dingin adalah hawa yg mengalir dalam darahmu. Api adalah muara tempatmu berujung. Asap adalah pertanyaan2 yg boleh kau jawab dgn hati dan kepala. Kupersembahkan sepatah ucap selamat malam untukmu.

6 Juli
Gelasku pecah pada dasarnya ketika bayangmu menjadi kisah yang ingin kuteguk: menu penutup hariku, terjatuh lagi. ketakutan kita adalah saat jarum jam kehabisan tenaga untuk berpacu, satu, dua, dan tiga.

7 Juli
Seputaran jarum jam saja, dan kisah kita mengalir panjang. Ini permulaan, sobat. Karena kita masih mempunyai esok yang harus terus kita bingkai.

8 Juli
Satu cerita lagi kita susun. Kata demi kata. Alur yang kadang menanjak, lalu turun melandai menjadi semacam irama lagu yang kita nyanyikan. Dinamika yang indah. Semuanya kita simpan dalam rahim waktu sampai nanti kita tak lagi belia untuk menyusunnya kembali sebagai kenangan. Kita tulis dalam satu gulungan kitab hidup, sampai akhir menutup mata. Tak ada lagi cerita untuk berbagi. Tak ada lagi puisi untuk melempar rasa. Tak ada lagi lagu untuk kita nyanyikan. Hanya satu. Kita abadi di sana, bukan lagi pada pusara-pusara lapuk tergerus musim silih berganti. Kita adalah angin, juga api dan air.

9 Juli
Pada malam ia lahir. Tak ada tawa. Tidak pula tangis. Bukan berkat. Pun bukan kutukan. Cahaya berselimut awan, itu wajahnya.

10 Juli
Pagi yang kita awali dengan ritual sepotong hamburger, sampai malam yang penat setelah sekian kilometer kita tempuh...

11 Juli
Izinkan aku menyebutmu sekali saja dalam doa malamku. Kita tak butuh mimpi malam ini. Kita tak butuh kenangan juga. Semua telah kita bungkus dan paketkan pada sang hari, yang telah dibawanya pergi. Terlelap lagi, itu yang kita butuhkan saat ini, sampai esok kita bangun lagi dengan asa-asa bertaburan di udara dan embun pagi. Kupersembahkan malamku untukmu.

12 Juli
Kau lupakan ikrar lantang sumpah perkawinanmu.

13 Juli
Ty, kau di mana? Pada angin dan awan masih kusebut namamu..., masih dlm diam

14 Juli
Katakan padaku tentang kau dan dia. Karena aku benci namanya kau sebut2.

15 Juli
Secangkir teh terjatuh dari sudut atap, teriring ucap selamat pagi. Kupersembahkan sepotong pagi ini sebagai judul kisah.

16 Juli
Barangkali, di ujung jalan akan kau temukan setitik persinggahan. Tak sperti yg kau bayangkan. Bahkan cahaya yg kau kejar melesat cepat meninggalkan pekat yg meluluhlantakkan mimpimu, berkeping. Bukankah badai slalu mengandaikan keteduhan untuk berlabuh?

17 Juli
Bukankah mata selalu lebih jujur dari kata? Kau mencarinya, bahkan masih saja kau mengharapkan aksara-aksara jatuh dari bibirnya membentuk satu rentetan kalimat. Agar kau puas, tentunya. Bahkan ketika senja memerah..., menua..., lalu pekat. Menghadirkan asamu yang terus menggantung di langit harap tak sampai.

18 Juli
Setelah laut kubawa, kualirkan ke matamu sebagai riak kecil gelombang dari utara. Sesekali diisi spasi senyummu, satu demi satu. Kita melukis semua di setiap perhentian.

19 Juli
Jejakmu di depan mata.... Kau jauh. Itu saja cerita tentangmu.

20 Juli
Kata ayah, "Jadilah artis, jangan jadi selebritis." Aku mengangguk tak mengerti. Itu kenangan masa kecil, sesaat setelah kami sekeluarga menonton teve di ruang tengah. Dua puluh tahun lalu, sampai baru kusadari maksud ayah senja tadi.

21 Juli
Aku ingin bertemu dgnmu sebelum kata mengemuka antara kita. Adakah langkah yg bisa kita ambil untuk berdamai dgn singkatnya kehidupan?

(Kefa, Juli 2012)

Sabtu, 07 Juli 2012

Riwayat

Satu cerita lagi kita susun. Kata demi kata. Alur yang kadang menanjak, lalu turun melandai menjadi semacam irama lagu yang kita nyanyikan. Dinamika yang indah. Semuanya kita simpan dalam rahim waktu sampai nanti kita tak lagi belia untuk menyusunnya kembali sebagai kenangan. Kita tulis dalam satu gulungan kitab hidup, sampai akhir menutup mata. Tak ada lagi cerita untuk berbagi. Tak ada lagi puisi untuk melempar rasa. Tak ada lagi lagu untuk kita nyanyikan. Hanya satu. Kita abadi di sana, bukan lagi pada pusara-pusara lapuk tergerus musim silih berganti. Kita adalah angin, juga api dan air.

(Kefa, 07 Juli 2012, dimuat pada Jurnal Sastra SANTARANG edisi Agustus 2012)

Jumat, 29 Juni 2012

Jejak Sabda

Pada ilalang,
itu suara yang melambaikan desir desau
kata bertuah, sabda-Mu.
Sampai rupa-Mu tertera di helai malam.
Tak berwujud jua.
Kami sahaya sahaja,
erat pada setiap jejak
yang Kau tinggalkan.
Pada suara dan ilalang.

(Supun, 29 Juni 2012, dimuat pada Jurnal Sastra SANTARANG edisi Agustus 2012)

Rabu, 13 Juni 2012

Terlalu Pagi

Masih terlalu pagi kau ajak aku ikrarkan sumpah perkawinan kita.
Tidakkah kau dengar kokok ayam berbantah pada ritual yang tengah kita jalankan ini?
Terlalu cepat. Terlalu dini untukmu, untukku pula.
Karena kita hanya akan melahirkan anak-anak haram untuk pagi.
Tanpa ibu. Tanpa ayah.

(Supun, 8 Juni 2012)

Senin, 28 Mei 2012

Nyanyian Malam

Akulah layar yang menghantarmu ke tepian
Dijemput camar yang bermain di celah butiran hujan

Ballade pour Adeline...
Mazmur 4...
Kujatuhkan satu-satu pada jantung malam.

(Penfui, 19 Januari 2012, dimuat dalam Victory News, 20 Mei 2012)

Ulang Tahun

: Mario
Dia memperbaharui kelahirannya,
Sekali lagi, untuk kesekian kalinya...
Jika kata bisa mewakili diri,
maka aku turut menaikkan syukur
untuk hari ulang tahunmu...
semoga hujan berkat selalu memberi kesejukan
di usia yang beranjak cerah ini.

(Penfui, 18 Februari 2012)

Senin, 14 Mei 2012

di bawah deret rangka

:pemangku
Sebab itulah. Tanganmu baja cabul pantai yg pasang surut tak kesampaian tertidur pada pasir karang, seperti kemarin-kemarin. Birahimu pada uang dan saham, dan dengung nama pada etalase-etalase, hotel berbintang dan resto, bahasamu. Dan kagum bodoh anak-anak penuh peluh pasir tak mengerti mereka digusur kau bilang pembangunan infrastruktur. Padahal semacam pupur memaskara kawah-kawah buruk rupa wajahmu pada nama, slogan, semboyan.
Pulangkan Pantai Kami…!!!
Asin uap pun kau bilang debet dan kredit. Meski sebenarnya tidurmu hanya berteman sepelacur saja semalam lantaran binimu tak lagi belia mengikatmu, nyata dan maya, siang dan malam. Layaknya lenganmu terus cabul musnah. Tak kesampaian ratap tangis kehilangan kerang sekedar lauk anak-anak sekolah pulang. Tikamanmu tetap gunjang-ganjing tak tentu bila diseru. Itu caci maki untukmu. Kusumpahi kalian yang mengikrar setia lalu beringkar seperbalikan telapak tangan. Atas nama laut yang kau simpan birahi siang malam. Kata-kata akan mati, lebih dahulu kau mesti mati. Dimakan anjing bangkaimu tanpa kasihan lagi. Selalu.
Pulangkan Pantai Kami…!!!

(Kelapa Lima, Mei 2012)

Minggu, 13 Mei 2012

Surat buat Kartini

Tini, pena yang kau tinggalkan dulu telah beku,
maka kuputuskan menuliskan kata-kata dengan jelaga
tentang mimpi: menemanimu mengangkasa
di belakang kita berarak banyak orang,
tak terbilang
mengikuti sambil menaruh telapak mereka pada jejak yang kita tinggalkan.

Masih kutunggu kedatanganmu Tini, lagi..., dengan cahanyamu...
Selalu ada ruang,
ketika habis gelap terbitlah terang

(Penfui, Hari Kartini 2012)

M A L A I K A T

images (8)Tubuh yang saban hari kian menyusut itu kini terbujur kaku.
Ia mati, tapi ia terus hidup.
Dalam ingatan tentang susu dan air mata yang disuapkan pagi-pagi untukku,
dalam kenangan akan peluh dan nafas lelah yang dikibaskan untuk menyegarkan jiwaku.

Kukatakan kepadamu hai kamu semua yang mencari terang dalam hidup dan mati.
Ia hidup dalam diriku.
Ia ada dalam hembusan nafasku, dalam darah yang mengalir dalam nadiku.

Namun ada hal yang belum kumengerti.
"Apa yang telah kau gantungkan pada salib, jangan kau tanggalkan lagi.
Aku telah mengorbankan semuanya.
Muliakan Tuhan yang telah kuperkenalkan kepadamu sepanjang hidupmu."
Demikian pesan penghabisan yang ditujukan kepadaku.
Dia adalah malaikat.

(Penfui, 15 Januari 2012)

Minggu, 25 Maret 2012

Di Langit Ini Bulan Kelabu

Di langit ini bulan kelabu
Tercekat awan menggumpal di matamu
Asa membiru, dalam rindu
Sedikit, sedetik
Jatuh di hampar pangkumu
Di langit ini bulan keabu
Muaramu endapkan bisik
Seperti desau
Risau, mengikis
Ini tanganku, tak melepas getar
Menyambut genggammu
Di langit ini bulan kelabu
Asa membiru, dalam rindu
Seperti desau
(Kupang, Juni 06)

Doa

Kububungkan kata-kata sajak
Mencari benarMu agung
Dalam hancurku
Mana Kau penyegar dahaga
Tanpa tepi.
RupaMu hendak kulukis
Tapi hembusMu tak terjamah
Walau sekelebat jua.
Siapa Kau
Yang menggerakkan jiwa
Dan semesta?
(Kupang, April 06)

Kamis, 22 Maret 2012

Nyanyian Teluk (6)

Di matamu ada api, membara
Lalu kubawakan laut di dadaku
Dengan peluh di kening.
Coba lihat, laut di dada, debur, berdebar
Di rembang peluk dan kecup manismu.
Kau tahu, ini yang terakhir
Dan kau harus menunggu
Sebentar saja.
Lihat pada laku, jangan kata
Ini aku
Bukankah tentang yang tak terkatakan
Orang harus diam?
Demikian aku.

(Kupang, April 06)

Nyanyian Teluk (5)

Hati kita mengeras
Dan rasa itu tiba,
membingungkan
kita terus berkubang
tanpa pernah mengerti
cinta kita
yang belia

(Kupang, September 05)

Nyanyian Teluk (4)

Laut tenang
Menghantarmu pada sunyi
Juga pasir pantai
Mengenang hilangnya malam
Berisi erangan
Kemerdekaan
Arti seonggok hati
Berisi diri

(Kupang, September 2005)

Nyanyian Teluk (3)

Kau menunduk
Menahan isak di dada
Bukankah telah habis seteguk nikmat
Waktu kau panas mendekap
Sepasang lutut yang kendor
Atau sebaris gincu bernyala
Di bibir pasir pantai?
Kau menjualnya
Atas nama cinta.

(Kupang, Agustus 2004,
dimuat dan diulas dalam Jurnal Sastra Filokalia
edisi April-Mei 2011)

Nyanyian Teluk (2)

Seperti air
Kau sisakan bebatuan
Dalam ketelanjangan
(nista)
Darah anak-anak urban
Memandang pinggir teluk
Dan laut lepas.

(Kupang, Agustus 2004,
dimuat dan diulas dalam Jurnal Sastra Filokalia
edisi April-Mei 2011)

Nyanyian Teluk (1)

Aku mematung
Diam di ujung karang
Menelaah terjal setiap kisah
Juga maut.
Sampai bintang jatuh
Menyeret Tanya tak berjawab
Manakah jalan
Kala kehilangan arah.

(Kupang, Agustus 2004,
dimuat dan diulas dalam Jurnal Sastra Filokalia
edisi April-Mei 2011)

Lagu Tengah Malam

Kurangkai seberkas asa padamu
Seperti malam-malam sebelumnya
Seharusnya aku tak kau lihat tadi
Karena duka yang dulu
Akan bangkit lagi.
(Dan kini kubingkiskan padamu
Rangkaian mawar hitam
Ini aku, masih
Mencintai kematianmu)


(Kupang, 2004)

Nyanyi Bocah

Lukisan buram
Tentang malam terpenggal
Merindu di atas lantai keruh
Masih ada mimpi
Ada api, membakar
Ada luka, perih
(Coba dengar,
bocah-bocah menyanyikan lagu
Irama mars untuk esok)

Kawan,
Malam baru setengah jalan
Mari pulang
Tak pantas berkabur mata dalam gelap
Kau juga bocah untuk esok yang cerah
(Kupang, Mei 2004)

Prolog

Fajar membentangkan sayap
Dan hawa baru, masa baru
Meresapi jiwa.
Kita pun menjadi penyair
Melukiskan tari, melukiskan lagu
Tentang kita dan semesta
Ada sejajar, kadang persilangan
Untuk memunculkan inspirasi
Anugerah yang Maha Inspirasi.
(Kupang 2004)

Sabtu, 17 Maret 2012

Pantai

ubur-ubur dan cerita pantai....
siang telah pergi
telah jauh.
Dan kau…
hitam putih yang abadi
dalam diam.


(Penfui, 16 Februari 2012)

Misteri

Ingin kuseberangi waktu,
menggantungkanmu tinggi jauh
di tempat yang tak mampu kubayangkan sendiri.
Imajinasi pun tak mampu mempresentasikan sebuah mimpi tentang mimpi....
Menempatkan kreatifitas pada simpang-siur ekspresi yang aneh tapi nyata.
Kuanggap kau semu, tapi selalu dapat kusentuh....
menghadirkanmu sebagai realita yang harus kuterima
dengan segala keyakinan yang pasti,
kau mengabur.


(Penfui, 25 Januari 2012)

Kepergian

Kebajikanmu pudar digenangi parit yang kugali....
kau abadi,,, terikat janji yang tak perlu kita ikrarkan

aku akan pergi, jika itu maumu....
(Penfui, 22 Januari 2012)

Jalan

Di atas jalan…
dibawa pergi ke tujuan tertentu,
dan kita pun merekatkan hati kita di sana.

Seseorang berjalan lalu
tanpa tanya pula
tapi kita tetap mengikrar sepakat
kita adalah rambu
(Penfui, 21 Januari 2012)

Melodi Malam

Canon from Pachelbel...
mataku telah lelah,
beri aku secangkir mimpi bertabur bintang
untuk malam penuh awan hitam ini....

(Penfui, 19 Januari 2012)

Love Song

Sepanjang senja dan ilalang di sela karang
Ke mana bara yang pernah ada untukmu,
berpijar,
hangat....,
menghanguskan?
too much love will kill you, kata mereka
Aku tak tahu jua, menguap entah ke mana

(Penfui, 09 Februari 2012)

Selamat Ulang Tahun

:Ellena
Sahabat....
Jika waktu bisa kita rentangkan semau kita
lalu kita ikatkan pada sebuah pilar
maka itu adalah hari ini,
ketika banyak peristiwa bisa kita hidupkan lagi dalam kenangan.
Setelah semuanya usai...
aku ingin kau melepaskan simpul waktu itu
dan sambil menggenggamnya erat
aku akan menatapmu
menyusun serpih-serpih mimpi tentang esok..
Tak perlu bunga, tak perlu mahkota
Karena kau adalah bunga
Karena kau adalah mahkota.
Dan seperti hari ini,
Kau menjadi satu-satunya pemilik sayap malaikat
Saat semua doa menjadi dupa yang membubung
mengalir tiada henti
Semua tentangmu...
Semua untukmu...


(Penfui, 27 Januari 2012)

SIRKUIT

Apa yang kau perjuangkan dalam deru yang memusingkan ini?
Hidup ini perlombaan,
itu yang kudengar darimu setiap pagi.
Perjuangan selalu berawal dengan kesadaran.
Ketika kau bangun dari tidur, membuka mata
lalu mulai menatap setiap tantangan di depanmu.
Menghantarmu pada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kemarin.
Tak sesuai dengan yang kau harap dan inginkan.
Tapi itulah hidup.

(Penfui, 30 Januari 2012, dimuat Victory News, Minggu 04 Maret 2012)

Minggu, 12 Februari 2012

Nota Kematian

Bagimu, selembut apapun angin selalu mengiris,banshee-4
Angin selalu menitipsinggahkan segurat luka
pernah pula ia tancapkan belati di hatimu.
Kau ingin mati tanpa waktu.

Aku pulang, ketika kau tuliskan untukku:
Tidur adalah mati sementara
Mati adalah tidur abadi

Aku benci sekaligus menginginkannya.

(Penfui, 21 Januari 2012)

Dimuat dalam jurnal SANTARANG Mei 2012

Selasa, 07 Februari 2012

Yang Kutulis Semalam

Bulan berselubung awan
Dari remang ke pekat
kusketsakan garis-garis kisah kita.

Kita adalah cahaya
Untuk malam,
Untuk jiwa.

(Lalu fajar pun kita jelang
Kita masih tetap cahaya
Untuk hari
Untuk jiwa).

(Penfui, 03 Februari 2012)

Rabu, 25 Januari 2012

Senja Untuk Ninha

senjaSepotong senja yang perlahan menua
Teluk dalam bingkai abu-abu
Merah pucuk Desember
Secangkir harapan dalam aroma kopi
dan uap rebus pisang.
Kami membakar senja dengan jampi-jampi,
dan ia hangus.
Kami berpesta mengalahkan senja
Yang selalu mencuri indah matahari


(Penfui, Desember 2011)

Invitasi

Belum terlalu larut..


Mari kita lukis malam dengan tinta hujan rintik


Mari kita pahat kisah hari ini pada udara


Agar tertiup dan merebak


Menjadi doa terindah untuk tidur kita.


Dan,


Pabila esok kita terjaga pagi buta


Sebaris syukur kita jadikan pembuka hari



(Penfui, 30 Desember 2011)