Sabtu, 17 September 2016

KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF

Kepemimpinan transformative (transformative leadership) merupakan salah satu model kepemimpinan yang populer di samping model kepemimpinan yang lainnya. Kepemipinan transformatif didefinisikan sebagai sebuah bentuk kepemimpinan di mana figur pemimpin menggunakan karisma mereka untuk melakukan transformasi dan merevitalisasi organisasinya  Kepemimpinan transformatif selanjutnya diuraikan lebih lanjut sebagai kepemimpinan yang mampu mengontrol, memanage, membimbing dan mengarahkan orang lain kepada perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik dan inovatif menuju suatu sasaran tertentu. Kepemimpinan model ini ditandai dengan empat ciri, yaitu karismatik, inspirasional, stimulasi intelektual dan perhatian individual.
Kata transformasi berasal dari dua kata dasar, ‘trans dan form.’ Trans berarti melintasi dari satu sisi ke sisi lainnya (across), atau melampaui (beyond); dan kata form secara sederhana berarti bentuk. Transformasi mengandung makna perubahan bentuk, sering diartikan adanya perubahan atau perpindahan bentuk yang jelas. Pemakaian kata transformasi dalam kepemimpinan menjelaskan perubahan yang bertahap dan terarah tetapi tidak radikal.
Istilah transforming leadership digunakan pertama kali oleh James MacGregor Burns dalam bukunya “Leadership”, diterbitkan tahun 1978. Menurut Burns, para pemimpin transformatif mengedepankan nilai-nilai moral para pengikut untuk meningkatkan keyakinan mereka tentang berbagai isu etika dan memobilisasi daya dan sumber daya mereka untuk mereformasi sesuatu.
Kemudian Bernard M. Bass dalam Leadership and Performance beyond Expectations (1985), mengembangkan studi tentang kepemimpinan transformatif itu. Menurut Bass, ada empat perilaku kepemimpinan transformatif yang membedakannya dari teori kepemimpinan lainnya, yakni:
a) Idealized Influence, perilaku pimpinan yang menggunakan cita-cita untuk mempengaruhi orang lain. Perilaku ini mampu menumbuhkan emosi yang amat kuat bagi pengikut.
b)    Intelectual Stimulation. Perilaku kepemimpinan yang mendorong pengikut/orang lain secara intelektual: kreatif dan inovatif
c) Individualized Consideration. Perilaku kepemimpinan yang senantiasa memberi perhatian secara individual, termasuk memberi dukungan, membangun semangat dan memberikan bimbingan kepada pengikutnya.
d)   Inspirational Motivation, perilaku kepemimpinan yang selalu memberi semangat dan memberi motivasi secara inspirasional kepada pengikutnya.
 Pemimpin transformatif lebih mementingkan revitalisasi para pengikut dan organisasinya secara menyeluruh ketimbang memberikan instruksi-instruksi yang bersifat top-down. Pemimpin transformatif lebih memosisikan diri mereka sebagai mentor yang bersedia menampung aspirasi para pengikutnya. Pemimpin yang transformatif lebih menekankan pada bagaimana merevitalisasi institusinya, baik dalam level organisasi maupun negara.
Setidaknya pemimpin yang transformatif memiliki ciri-ciri berikut. Pertama, seperti yang disebutkan di atas, mereka memiliki karisma yang dapat menghadirkan sebuah visi yang kuat dan memiliki kepekaan terhadap misi kelembagaannya. Ini berarti setiap gerak dan aktivitasnya senantiasa disesuaikan dengan visi dan misi organisasinya. Inilah yang dijadikan sebagai acuan untuk tetap konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya.
Kedua, mereka senantiasa menghadirkan stimulasi intelektual. Artinya, mereka selalu membantu dan mendorong para pengikutnya untuk mengenali ragam persoalan dan cara-cara untuk memecahkannya. Ini berarti para pengikutnya diberi kesempatan untuk berpartisipasi mengidentifikasi persoalan dan secara bersama- sama mencari cara penyelesaian yang terbaik. Dalam karakteristik ini, pemimpin transformatif lebih banyak mendengar ketimbang memberikan instruksi.
Ketiga, pemimpin yang transformatif memiliki perhatian dan kepedulian terhadap setiap individu pengikutnya. Mereka memberikan dorongan, perhatian, dukungan kepada pengikutnya untuk melakukan hal yang terbaik bagi dirinya sendiri dan komunitasnya.
Keempat, pemimpin transformatif senantiasa memberikan motivasi yang memberikan inspirasi bagi pengikutnya dengan cara melakukan komunikasi secara efektif dengan menggunakan simbol-simbol, tidak hanya menggunakan bahasa verbal.
Kelima, mereka berupaya meningkatkan kapasitas para pengikutnya agar bisa mandiri, tidak selamanya tergantung pada sang pemimpin. Ini berarti pemimpin transformatif menyadari pentingnya proses kaderisasi dalam transformasi kepemimpinan berikutnya. Ini berbeda dengan model kepemimpinan karismatik yang memosisikan para pengikutnya tetap lemah dan tergantung pada dirinya tanpa memikirkan peningkatan kapasitas dari para pengikutnya.
Keenam, para pemimpin transformatif lebih banyak memberikan contoh ketimbang banyak berbicara. Artinya, ada sisi keteladanan yang dihadirkan kepada para pengikutnya dengan lebih banyak bekerja ketimbang banyak berpidato yang berapi-api tanpa disertai tindakan yang konkret.
Dalam perspektif kepemimpinan transformatif tadi, sekat yang membatasi antara peran kaum muda dan golongan tua sejatinya justru menjadi jembatan dalam melakukan proses transformasi kepemimpinan. Persoalan sesungguhnya bukan terletak pada kutub perbedaan cara pandang antara kaum muda versus kaum tua,antara prokemapanan versus properubahan. Persoalan sesungguhnya justru terletak pada bagaimana membangun mekanisme dan sistem transformasi kepemimpinan. Hal itu hanya bisa berjalan jika ada visi dan konsistensi yang kuat dalam jiwa seorang pemimpin.


Bacaan:
Miftah Toha, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT Raja Grapindo,  2006

Gerald Greenberg dan Robert A Baron, Behavior in Organization, Ohio State University, 2003