Rabu, 30 November 2011

Selamat Jalan November

Waktu terlalu lembut berjalan. Sedemikian lembutnya sampai aku tak menyadari kalau November beranjak pamit sambil menyerukan perpisahan. Sedikit kutengok ke setapak yang telah kulalui bersama November. Sisi terang dan gelap, senyap dan gemuruh, terik dan hujan, semuanya berpadu dalam harmoni. Hidupku sendiri kususun detik demi detik, berteman titik-titik air dan belaian angin. Sesekali hadir deru mesin dan asap kedaraan yang sering kutumpangi, menyuguhi hari-hari dengan senyum dan amarah. Menghantarku pada pintu untuk menikmati chaos sebagai harmoni yang hadir dari dunia lain, dunia yang tak sempat kukenal dan tak akan pernah bisa kupahami dengan indera maupun budi.

Sesungguhnya November selalu meninggalkan kenangan abadi, romantis indah dan menggelisahkan. Seingatku ada dua judul lagu yang kuingat tentang November. Noviembre Sin Ti dari Reik dan November Bersemi dari Garis. Setidaknya mereka bisa mewakili sekian dimensi yang bisa orang alami, dan yang juga aku alami. November adalah pertemuan, sekaligus perpisahan. November adalah mimpi dan kenyataan. November adalah kisah sedih sebagaimana ditangiskan dalam Noviembre Sin Ti (November Tanpamu). Tetapi November juga masa membenihkan jiwa, menyemaikan cinta, membesarkan hati. Simak saja November Bersemi.

November akan pergi, tetapi ia menitipkan pesan untukku: kau harus tetap ada dan hidup, katanya. Tugasku menemanimu telah usai, dan aku akan merindukanmu sampai saat jalan panjang ini membuat kita bersua. Tidak perlu kita rayakan perpisahan ini, karena di ujung jalan kita pasti bertemu. Tetaplah dalam hidupmu, lembutlah seperti semilir, namun kau juga harus seperkasa gunung. Kelak buahnya akan kau petik dan hidangkan kepada dunia. Itulah persembahan terindah yang dapat kau tahtakan di kaki Tuhanmu. Selamat jalan November.