Senin, 27 Agustus 2012

SABTU TERAKHIR

buat Diman

Sejarah yang kau torehkan dengan senyum dan air mata telah bermuara. Saat irama mars dengan sayatan requiem sayup bukan lagi luka namun arus kasih yang meluap tak henti. Cinta itu menjemputmu saat genap sembilan hari: sebuah Novena yang kau naikkan penuh harap. Tak ada cemas. Tak ada gelisah. Kau tahu ini? Hari ini Sabtu ketiga perjumpaan kita, sabtu yang kita isi dengan doa-doa, dengan erat berjabat berucap Amin. Kepada mereka semua aku bersaksi. Ia mencintai kehidupan, dan itu diraihnya. Kutemukan dalam matanya. Ini Sabtu terakhir kita. Satu-satunya Sabtu yang tak ada hangat genggam tanganmu. Dingin dan kaku kala kusentuh tangan terkatup di dada. Riwayat kita adalah tiga, dua kali penuh cerita dan sekali diam, untuk selamanya.

#Kupersembahkan catatan kecil ini untuk sahabatku G.E.Sudjardiman yang telah berpulang, dan telah kami makamkan senja tadi, saat matahari bertirai rinai, satu-satu. Dan untuk tiga pertemuan kami yang penuh doa.Selamat jalan sahabat, terima kasih untuk semangat hidup yang kau tularkan. Terima kasih telah mengenalmu. Bawalah kisah-kisah kita sebagai doa buat Sang Hidup.#

(Naesleu, 25 Agustus 2012, dimuat di Victory News, 23 September 2012)

Kamis, 16 Agustus 2012

Cerita Malam

Kemarin kau hanyalah sketsa kecil, sampai aku lelah memandangmu sebagai nyata atau maya... Entah. Sekian dimensi pun tak mampu membilangmu sebagai satu lukisan utuh untuk kisah yang hendak kubangun. Lalu malam pun melamar satu helai halimun tipis di ujung nanarku. Sebelum malam meredup dan pergi, akan kubawa semua menjadi kata2 yg berhamburan ke atas kertas. Dan, bila esok menjelang akan kubacakan sebagai doa pembuka hari, pagi2 buta.
(Naesleu, 16 Agustus 2012)

Rabu, 15 Agustus 2012

NYANYIAN BELALANG TANGISAN PETANI (Part-1)

Kamu ingat kan? Ketika kita adalah bocah dekil yg sering menghabiskan cerita di kali kecil tepi hutan, lalu pulang kegelapan saat suara sayup nenek memanggil dari rumah tua di ujung jalan. Kita bergegas, berhambur laksana suatu perlombaan atletik nomor lari cepat, siapa yang lebih dahulu berada di pelukan nenek. Tetapi pelukan itu tak kita dapatkan. Nenak termenung menatap bulan berbentuk arit tipis di langit barat, posisinya condong ke utara.
"Pakceklik lagi," gumam nenek samar.
Seperti biasa, selalu kita anggap perkataan nenek adalah kebenaran. Dan kali ini kebenaran kesekian tak terhitung yang dikatakan nenek. Seluruh kampung, bahkan sedaerah kita memanen kegagalan. Atau mungkin tepatnya gagal panen. Aku tak tahu, terserah menurutmu mana yang lebih benar sesuai ijazah sarjanamu.

(bersambung...)

Sabtu, 04 Agustus 2012

Juli 21

1 Juli
Huruf-huruf terpaku mati pada kakiku, terlempar sebagai langkah, dan ini terlalu pagi saat lelap dan mimpi masih hangat beraroma bantal.

2 Juli
Dingin yg menghantarmu berpacu. Antara hawa dan halimun perlahan pekat, bias lampu berseliweran di ujung jejak yg kau tinggalkan. Ada resapan hangat di sana, kupungut satu2 sebagai doa. Hari sudah malam.

3 Juli
Selamat untuk pagi yang terus terangkat tinggi. Itu hidupmu yang terus menangkasa. Sampai hari uzur nanti, terbungkus satu paket kisah indah sebagai hadiah terindah kepada malam. Itu asamu, aku pula.

4 Juli
Mentari yang kau junjung di ujung kepalamu, tak kan terurai lagi...

5 Juli
Seharusnya: dingin adalah hawa yg mengalir dalam darahmu. Api adalah muara tempatmu berujung. Asap adalah pertanyaan2 yg boleh kau jawab dgn hati dan kepala. Kupersembahkan sepatah ucap selamat malam untukmu.

6 Juli
Gelasku pecah pada dasarnya ketika bayangmu menjadi kisah yang ingin kuteguk: menu penutup hariku, terjatuh lagi. ketakutan kita adalah saat jarum jam kehabisan tenaga untuk berpacu, satu, dua, dan tiga.

7 Juli
Seputaran jarum jam saja, dan kisah kita mengalir panjang. Ini permulaan, sobat. Karena kita masih mempunyai esok yang harus terus kita bingkai.

8 Juli
Satu cerita lagi kita susun. Kata demi kata. Alur yang kadang menanjak, lalu turun melandai menjadi semacam irama lagu yang kita nyanyikan. Dinamika yang indah. Semuanya kita simpan dalam rahim waktu sampai nanti kita tak lagi belia untuk menyusunnya kembali sebagai kenangan. Kita tulis dalam satu gulungan kitab hidup, sampai akhir menutup mata. Tak ada lagi cerita untuk berbagi. Tak ada lagi puisi untuk melempar rasa. Tak ada lagi lagu untuk kita nyanyikan. Hanya satu. Kita abadi di sana, bukan lagi pada pusara-pusara lapuk tergerus musim silih berganti. Kita adalah angin, juga api dan air.

9 Juli
Pada malam ia lahir. Tak ada tawa. Tidak pula tangis. Bukan berkat. Pun bukan kutukan. Cahaya berselimut awan, itu wajahnya.

10 Juli
Pagi yang kita awali dengan ritual sepotong hamburger, sampai malam yang penat setelah sekian kilometer kita tempuh...

11 Juli
Izinkan aku menyebutmu sekali saja dalam doa malamku. Kita tak butuh mimpi malam ini. Kita tak butuh kenangan juga. Semua telah kita bungkus dan paketkan pada sang hari, yang telah dibawanya pergi. Terlelap lagi, itu yang kita butuhkan saat ini, sampai esok kita bangun lagi dengan asa-asa bertaburan di udara dan embun pagi. Kupersembahkan malamku untukmu.

12 Juli
Kau lupakan ikrar lantang sumpah perkawinanmu.

13 Juli
Ty, kau di mana? Pada angin dan awan masih kusebut namamu..., masih dlm diam

14 Juli
Katakan padaku tentang kau dan dia. Karena aku benci namanya kau sebut2.

15 Juli
Secangkir teh terjatuh dari sudut atap, teriring ucap selamat pagi. Kupersembahkan sepotong pagi ini sebagai judul kisah.

16 Juli
Barangkali, di ujung jalan akan kau temukan setitik persinggahan. Tak sperti yg kau bayangkan. Bahkan cahaya yg kau kejar melesat cepat meninggalkan pekat yg meluluhlantakkan mimpimu, berkeping. Bukankah badai slalu mengandaikan keteduhan untuk berlabuh?

17 Juli
Bukankah mata selalu lebih jujur dari kata? Kau mencarinya, bahkan masih saja kau mengharapkan aksara-aksara jatuh dari bibirnya membentuk satu rentetan kalimat. Agar kau puas, tentunya. Bahkan ketika senja memerah..., menua..., lalu pekat. Menghadirkan asamu yang terus menggantung di langit harap tak sampai.

18 Juli
Setelah laut kubawa, kualirkan ke matamu sebagai riak kecil gelombang dari utara. Sesekali diisi spasi senyummu, satu demi satu. Kita melukis semua di setiap perhentian.

19 Juli
Jejakmu di depan mata.... Kau jauh. Itu saja cerita tentangmu.

20 Juli
Kata ayah, "Jadilah artis, jangan jadi selebritis." Aku mengangguk tak mengerti. Itu kenangan masa kecil, sesaat setelah kami sekeluarga menonton teve di ruang tengah. Dua puluh tahun lalu, sampai baru kusadari maksud ayah senja tadi.

21 Juli
Aku ingin bertemu dgnmu sebelum kata mengemuka antara kita. Adakah langkah yg bisa kita ambil untuk berdamai dgn singkatnya kehidupan?

(Kefa, Juli 2012)