Kamis, 27 Februari 2014

Sejarahmu: Setelah Esok Nanti

Malam jatuh lagi, rasamu resah tak karuan dalam kenangan dan bayangan, jantungmu hanya air mata. Kesepian menjadi teman setiamu.

Sampai sepekan berlalu, perlahan kau sadari duniamu telah berubah, memaksamu belajar menjadi semacam serangga yang mampu beradaptasi, meski perlahan.

Sosok waktu pun pesat dalam hari-hari menjadi hitungan bulan, ruang dan waktu telah kau terima sebagai kenyataan yang tak dapat kau hindari. Masa lalu hanya sebuah film berdurasi pendek yang sesekali menghiburmu dengan konyol.

Ketika setahun terlewat, kau terlampau sibuk. Bahkan untuk mengingat bekas bantalmu pun tak sempat. Warna-warni istanamu yg kau huni dengan membayar sejumlah rupiah pun kau ingat hanya sebagai sejarah. Dan tak sulit bagimu mengembalikan kesadaran untuk melihat, bahwa kau hidup dalam kenyataan.

Akhirnya semua selesai. Kita hanyalah kisah usang yang pernah mengisi panggung dengan peran aneka ragam. Kau lupa semuanya.

(….dan kutuliskan ini dengan tangan malam yang menjemput fajar, saat helai demi helai pakaian kau luruhkan ke dalam kopormu, diiringi kokok ayam, dan…, kita bukan siapa-siapa untuk menutup sebuah Purnama).

(Penfui, 29 Februari 2012)

Memecah Waktu

beranda yang kita singgahi kemarin masih menunggu bingkisan cerita

biar tak usang alang-alang dan bambu yang setia pada hujan dan terik.

padanya kita rekatkan semua nafas dan keringat sepulang sekolah.

 

memori kita adalah seragam putih merah yg dekil

berlubang pula, dan kita tambal sulam dengan cerita

aksara-aksara, bilangan-bilangan, juga cambuk rotan

bahkan kerikil kecil yg setia mencumbui lutut-lutut kotor nan lucu.

benarkah rotan itu berujung emas??

apa kerikilmu telah menetaskan mutiara??

aku butuh itu, sekali lagi

…….

dia yg setia menyesakkan kepalaku dengan huruf dan angka.

(Penfui, 14 Maret 2012)

Selasa, 25 Februari 2014

TELAAH SAINTIFIK BERTRAND RUSSELL ATAS YANG ILAHI DAN AGAMA

Pendahuluan

 

William Arthur Bertrand Russell adalah seorang filsuf, matematikus, dan reformator sosial Inggris yang sangat terkenal. Ia belajar filsafat dan matematika pada Trinity College pada tahun 1890-1894. Selain itu ia juga belajar ilmu pengetahuan alam, pendidikan, politik, dan agama. Semuanya ditempuh dalam waktu yang relative singkat. 1910-1915, ia diangkat menjadi guru besar filsafat di Cambrige. Dan banyak hal telah ia lakukan bagi perkembangan mengenai filsafat, terutama ilmu pengetahuan.

            Gerakan penyimakan realitas sebatas yang diobservasi secara ilmiah matematis sebenarnya berurat akar pada periode modern. Periode modern ini ditandai dengan konflik horizontal antara teolog dan wakil-wakil dari ilmu pengetahuan alam yang baru. Di tepi episode perdebatan segit itu, ilmu pengetahuan menegaskan otonomi dan kredibilitasnya. Para ilmuan berpendapat bahwa pengetahuan yang benar hanya dibidang-bidang yang bisa diuji dengan pasti seperti matematika dan ilmu alam. Begitu ilmu pengetahuan mampu menjelaskan semakin banyak bidang, maka apa yang dikatakan oleh agama tentang dunia tidak lagi bermakna. Akal menanamkan otonomi dan autoritasnya. Ia dimaknai sebagai kalkulasi mutlak bagi seluruh rasionabilitas. Keberadaan hanya bisa  di pasatikan secara eksperimental, observatif, matematis, dalam ruang dan waktu. Dan akhirnya dunia berpikir boleh mengenal satu paham ekstrem yang bernama saintisme. Saintisme merupakan suatu ideologi materialistik yang beranggapan bahwa pengetahuan dan kebenaran yang sahid terdapat dalam batas lingkup ilmu-ilmu alam semata-mata.

            Zaman modern juga berkarakter revolusioner, reformatif, trasformatif, antroposentris dan tidak lupa sekularitas. Gerakan revolusioner memporak-porandakan tatanan kebudayaan, ilmu pengetahuan, sosial-polotik dan ekonomi alam. Di bidang kultur, Tuhan bukanlah pusat sejarah, melainkan manusia. Manusia adalah segala-galanya. Dibidang ilmu pengetahuan, orang lebih mengandalkan dan mencintai ilmu –ilmu posetif yang konkrit dan dapat dipertanggung jawabkan secara empirik, sehingga pengetahuan akan trasenden tergusur dengan sendirinya. Tuhan lagi bukan pencipta. Tuhan dan agama pun akhirnya terpaksa dan dipaksa disimak dalam laur metodologi ilmu-ilmu posetif empirik Pada momen ini pemahaman tentang Tuhan dan segala afirmasi tentang-Nya diam. Iman dan akal saling berlawanan. Akhirnya akal budi menemukan otonomi dan autoritas terhadap iman yang boleh menyimak realitas yang bukan batasanya menurut metodologi akal. Cara berpikir modern ini pun yang dikagumi dan dipraktekan oleh Willaim Arthur Bertrand Russell.

            Bertrand Russell sangat mengagumi pikiran pikiran manusia modern, “setiap peraturan tingkah-laku manusia harus diuji secara akal. Penderitaan manusia terjadi justru karena manusia tidak setia terhadap prinsip-prinsip rasional” Kekaguman Russell atas pikiran manusia terwajab dalam pergulatan dengan dalil-dali matematis dan filosofis. Bertrand Russell akhirnya jatuh cinta pada metode saintifik dalam menyimak realitas. Segala realitas ditelaah secara ilmiah. Peran gemilang ilmu pengetahuan ilmiah kepada masyarakat dunia yang dikagumi oleh Russell secara sistimatis, konkrit dan komprehensif dipaparkan dalam karya “ The Impact of Science on Society” yang ditulis pada tahun 1952. Dikatakan bahwa ilmu pengetahuan ilmiah mampu menjawabi segala problem manusia. Sebab ilmu pengetahuan dapat memampukan kita untuk mengetahui sesuatu dan melakukan sesuatu.

            Berpijak pada metode observatif saintifik, Bertrand Russell mencoba mengerti tentang Tuhan. Walau Tuhan bukanlah realitas imanen, tetapi karena “sumpah ilmiah” Russell bahwa kebenaran yang pasti hanya dicapai lewat telaah ilmu pengetahuan ilmiah, Tuhan dan agama sebagai penegasan atas realitas mutlak dimengerti secara ilmiah.

 

Riwayat Hidup  Bertrand Russell

William Arthur Bertrand Russell dilahirkan di Ravenscroff, Wales Inggris pada tanggal 18 Mei 1872. Ia berasal dari kalangan keluarga bangsawan. Ibunya adalah Lady Katherine Amberley anak Lord Stanley dari Aderley dan ayahnya, Viscaount John Amberley. Russell adalah anak tertua Lord John Russell, politisi Whig yang mengeluarkan reformasi Bill pada tahun 1832. Orang tuanya meninggal saat Bertrand Russell masih kecil, sehingga harus dipelihara oleh kakeknya Lord John Russell dan selanjutnya kemudian diangkat menjadi pangeran Russell. Bertrand Russell adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

            Ibu dan saudarinya meninggal akibat menderita Dipteri. Mereka meninggal ketika Bertrand Russell berumur 2 tahun, tepatnya pada tahun 1872, ayahnya meninggal dunia karena sakit deman yang berkepanjangan. Juga frustrasi akibat menderita kerugian dalam usaha peninggalan anak dan istrinya.

            Ayah hanya bertahan memelihara mereka (bersama saudara Frank) selama 2 tahun. Kepergian ayah, ibu dan saudarinya membuat Bertrand Russell dan Frank Russell menjadi anak-anak yatim piatu. Keduanya benar-benar hidup sendirian, kesepian tanpa perhatian dan tidak mengalami belaian kasih sayang dari orang tua seperti yang dialami oleh teman-teman sebayanya.

            Setelah hidup sendirian sekitar dua tahun, kedua saudara lalu dipelihara, diasuh, dibina dan dididik oleh orang tua ayahnya yang tinggal di Pembroke Lodge di Richmond Park yang diberikan oleh Ratu Inggris Victoria. De facto, keduanya hidup lebih lama neneknya yang beragama Kristen Injili yakni seorang yang setia dan berpendirian tegas tapi berpikir liberal dan memiliki kenyakinan religius serta moral yang kuat. Sifat-sifat seperti inilah yang sangat kuat mempengaruhi Bertrand Russell menjadi seorang yang penuh percaya diri dan gigih dalam usaha mencari kebenaran. Dalam otobiografinya, dikatakan bahwa kehidupan bersama kakek dan neneknya adalah suatu kehidupan yang sama sekali baru.

            Ayah ingin agar anak-anaknya dididik oleh para pemikir bebas (freethinkers). Pada masa kecilnya, Bertrand Russel tidak pernah mengenyam pendidikan dasar formal di sekolah, seperti kakaknya Frank Russell. Neneknya lebih menyukai pendidikan privat bagi cucu-cucunya. Maka ia mendatangakan guru privat wanita dari Swiss, Jerman dan tutor-tutor Inggris. Karena semangat belajar yang tinggi, kemampuan intelektual yang begitu gemilang, daya nalar yang tajam dan ketekunan untuk menganalisa setiap persoalan filsafat dan ilmu pengetahuan, Russell berusaha untuk belajar sendiri. hasilnya begitu memuaskan. Pada tahun 1883, ia menerbitkan sebuah jurnal yang berisi pemikiran filosofisnya tentang persoalan religius. Ia juga berhasil dalam ujian masuk di Trinity College pada tahun 1890-1894. Selain itu ia juga belajar ilmu pengetahuan alam, pendidikan, politik, dan agama. Semuanya ditempu dalam waktu yang relative singkat. 1910-1915, ia diangkat menjadi guru besar filsafat di Cambrige.

            Dari tahun 1916-1930, Russell meninggalkan dunia akademik dan menekuni pekerjaan sebagai penulis dan kolomnis pada berbagai majalah. Tahun 1934, ia pergi ke Amerika Serikat dan menjadi staf pengajar pada universitas Kalifornia. Tahun 1941-1943, ia menjadi lector pada Barnes Fundation di Philadelphia. Tahun 1944, ia kembali ke Inggris dan megajar di Cambridge. Di Inggris banyak hal yang dilakuka hingga akhir hayatnya. Selama hidupnya, Bertrand Russell memiliki empat orang istri. Ia sendiri mengakui bahwa pada tahun-tahun terakhi hidupnya barulah ia merasakan atau mengalami kedamaian, ketenangan batin dan kebahagian baik secara pribadi maupun dalam hidup perkawinan atau keluarga. Dan karena usianya yang semaki tua dan kesehatannya semakin menurun. Akhirnya jatuh sakit dan meninggal di Penrhyndeudraeth-Wales Utara pada usia 98 tahun, tepat tanggal 2 Februari 1970.

            Willam Arthur Bertrand Russell sebnaranya dilahirkan disebuah keluarga Kristen yang saleh. Orangtuanya sangat cermat mematuhhi ajaran-ajaran agama kristen dan setia  menghayati iman kepercayaanya. Dengan demikian, secara impilsit sebetulnya semangat religius seperti itu tertanam dalam diri Bertrand Russell. Keberimanan yang setia tersebut sebenarnya diwariskan kepada Betrand Russell atau paling kurang diposisikan kepribadia Bertarand Russell dipengaruhi. Namun hal itu tidak terlalu oleh Bertrand Russell karena orantuanya meninggal sewaktu ia masih sangat kecil.

            Kehidupan keagamaan Russell pada umumnya dipengaruhi oleh neneknya. Salah satu alasannya adalah aspek pendidikan yang sangat diperhatikan dan ditekankan oleh neneknya semasa kecilnya yakni pendidikan agama. Usaha-usaha praktis yang dilakukan olleh neneknya seperti selalu menghantar dan menemani Russell setiap hari minggu ke Gereja. Pengaruh pendidikan agama yang begitu hebat membuat Bertrand Russell sendiri merasa dipacu untuk merefleksikan ajaran-ajaran religius teologis yang ada dan yang diterimanya secara kritis. Refleksi-refleksi tersebut akhirnya mengahantar Russell pada suatu situasi batas yakni menolak ajaran religius teologis itu. Russell secara radikal menolak iman kepercayaan akan Allah dan iman akan adanya kehidupan kekal, kehendak bebas dan eksistensi Tuhan perspektif teologi Kristen. Salah satu alasan penolakan Russell tersebut tersirat dalam pernyataan yang berhubungan dengan kenyakinanya pada teori evolusi biologis Darwin. Teori evolusi Darwin ini pada masa Russell dipelajari sebagai suatu materi penting. Pernyataan tersebut disampaikannya atas pertanyaan seorang tutor ortodoks Swiss. Pernyataan tutor tersebut. “If you are a Darwinian, I pity you. For one cannot be a Darwinian and a Christian at the same time”. Russell menjawab: “Idid not then believe in the incompatibility, but I was already clear that if I had to choose, I would choose Darwin”

            Berdasarkan pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa maksud Russell yang tersirat dalamnya yakni manusia hanya bisa berbicara persoalan-persoalan positivistis yang bisa dibuktikan secara empiris, observatif seperti yang dilakukan oleh Darwin dengan Evolusionisme biologisnya. Sedangkan persoalan religius teologi yang abstrak, metafisis yang dijarakan oleh teologi Kristen berada diluar realitas empiris yang sulit mengapai jawaban final.

            Bertrand Russell sendiri mengkui hingga usianya yang keempat belas, hidupnya betul-betul dipengaruhi oleh kenyakinan religius keluarganya dan iman akan Allah. Ketika belajar di combridge dan ia mulai merefleksikan dan mempertanyakan ajaran-ajaran religius teologis serta kebenaran-kebenaran dan kepastian. Pada dasarnya, refleksi-refleksi tersbut dipengaruhi oleh disiplin yang dipelajarinya serta biasan pemahamannya atas pandangan-pandangan lain seperti teori evolusi Darwin, hegelianisme yang dipelopori oleh Bradley dan Mackenzie, Galileo dan beberapa pemikir karibnya seperti G.E. Moore, Whiteheat, Giussepe Peano dan manusia Taggart.

            Salah satu ide keagamaan yang diakui Russell dan mempengaruhi proses pemikirannya atas ide keagamaan yakni konsep keagaman hegelianisme, seperti yang di lontarkan oleh Bradley dan Mackenzie. Bradley menegaskan konsep agama sebagai berikut:

“Agama meruapakan satu hal praktis yang didominasi oleh satu ide kebaikan; dan di dalam ide itu terkandung satu kontradiksi yang tak terpecahkan. Agama masih kuat mempertahankan aspek-aspek yang tidak dapat direduksikan seolah-olah tak dapat disatukan. Agama sedang berada dalam satu situasi yang membinggungkan dan mencurigakan ”

 

            Sementara Mackenzie pandangan dan pemikirannya tentang Allah justru sangat mempengaruhi pemikiran Bertrand Russell. Ia berpendapat bahwa hakekat personal Allah dalam arti tertentu mengandung kontradiksi dalam istilah atau kata.

            Dengan dipengaruh oleh pandangan dan pemikiran para filsuf membuatnya tiba pada satu titik pemahaman baru tentang Agama. Bahkan dengan pemahamannya itu ia berbalik menyerang dan mengkritik habis-habisan ajaran agama Kristen. Dengan ini Russelll secara tegas melepaskan ajaran Kristen dan menjadi seorang agnostic bahkan dilihat sebagai atheis.

 

Karya-Karyanya

  • Critical Exposition of the Philosophy of Leibniz (1900)
  • Philosophy Essay (1910)
  • Our Knowledge of External World as a Field for Scientific Methode in Philosophy and the Analisis of Mind (1918)
  • The Philosophy of Logical Atomism (1918)
  • Logic and Knowledge (1956)
  • The Analysis of Matter (1927)
  • The Teory and Practice of Bolshevism (1920)
  • An Outline of Philosophy, A.B.C of Atoms, A.B.C of Realitivity, The Future of Science (1927)
  • Marriage and Morals, The Conquest of Heppiness (1930)
  • An Inquiry Into Meaning and Truth, A History of Western of Philosophy  (1945)
  • Common Sense and Nuclear (1959)   
  • An Essay On the Foundation of Geometry (1900)
  • The Principles of  Metematics (1910)
  • Introduction of Matematichal Philosophy
  • German Social Democracy (1896)
  • Principles of Social Reconstructions (1910)
  • Roads to Freedom, Human Society in Ethics and Politics.

 

Tema-Tema yang Digeluti

            Russell menulis dalam puluhan buku dan ratusan artikel serta resensi. Namun dalam penulisan ini penulis hanya mengemukakan beberapa karya yang popular, antara lain:

  • The Principles of  Metematics (1910)

            Bukunya The Pincipia of Matematica. Namun, Russell mengakui bahwa dari sekian banyak persoalaan-persoalan yang ditekininya, ada satu persoalan yang sulit ditemukan jawabanya secara tepat dan memuaskan.

  • The Philosophy of Logical Atomism (1918)

            Russell dalam bukunya “The philosophy of logical atomism” (1918), diuraiakn secara eksplisit prinsip-prinsip yang mendasari interpretasi metafisika akan konstruksionisme logis yakni, struktur ishomorfirme bahas ideal dan struktur realitas.

  • Logic and Knowledge (1956)

Russell membangun teori-teori pengetahuan ini untuk menghindari jawaban-jawaban yang dogmatis dan kaku atas pertanyan-pertanyaan yang hakiki dan mendasar akan realitas.

  • Roads to Freedom, Human Society in Ethics and Politics

            Agar kebebasan dan kesejahteraan itu di nikamti dan dimiliki banyak orang maka Russell menginginkan satu sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi sebagai yang dianut oleh rakyat. Satu sistem pemerintahan yang bersifat merayat, dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat, sehingga rakyat sebagai pemegang kendali kekausaan.

 

            Karya-karya Russell tersebut menunjukan bahwa Russell adalah filsuf kenamaan yang mampu merealisasikan pemikiran eksistensinya. Namun dalam penguraian ini, penulis mendasarkan pemikiran Russell dari beberapa karya yaitu Philosophie yang membicarakan tentang  kajian ilmu pengetahuan atas Allah dan agama.

            Bertrand Russell melihat  Ilmu pengetahuan  sebagai instrumen yang sangat membantu menusia keluar dari situasi tertindas. Ilmu pengethuan  baginya merupakan wahana proses penyadaran, proses pembebasan dan menjadikan manusia yang kritis. Untuk itu, menurutnya dalam ilmu pengetahuan harus ada sikap dialogal antara lembaga dan manusia. Lembaga tidak hanya sebagai tempat penampung manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan  tetapi harus bersama sama mengakaji hal tersebut Manusia juga harus mempunyai sikap revolusioner.

            Bertolak dari pemahamannya tentang ilmu pengetahuan, Bertrand Russell mengkritik pola ilmu pengetahuan gaya bank kaum penguasa atau ilmu pengetahuan  tradisional. Ia melihat bahwa ilmu pengetahuan gaya bank hanya menghasilkan kebudayaan bisu. Ilmu pengetahuan semacam itu tidak membuka wawasan berpikir manusia. Bertarnd Russell bahkan menganggap ilmu pengetahuan tradisional sebagai sistem ilmu pengetahuan yang tidak otentik, sistem ilmu pengetahuan palsu. Sebab ia tidak menemukan pendidikan yang didasarkan dialog kritis antara peserta didik dan dengan pendidik. “Bagi Bertarnd Russell manusia adalah makhluk yang belum sempurna dan harus belajar satu sama lain  dalam proses ilmu pengetahuan”.

 

Pemikiran Filosofisnya

Teori Pengetahuan

            Russell mengawali permenungan filosofinya dengan pertanyaan ini apakah ada pengetahuan di dunia yang begitu pasti sehingga tidak ada satupun manusia rasioanal dapat meragukannya

            Untuk menjawab pertanyaan ini Russell mengajarkan agar terlebih dahulu kita memahami dunia. Sebab sekilas pandang, pertanyaan ini tampaknya tidak terlalu sulit, tetapi justru pertanyaan ini yang merupakan pertanyaan yang paling sulit. ketika kita dihadapkan pada realitas yang begitu kompleks ketika itu juga kita didasarkan bahwa kita sedang berada dalam satu kesulitan. Persis disisni kita membutuhkan satu pencerahan budi untuk memecahkan persoalaln yang tengah didahapi. Kesadaran ini ada karena kita menginginkan satu kejelasan, mendasar tersebut dengan tidak ceroboh dan terlepas dari hal-hal yang dogmatis.

            Dalam usahanya untuk meretas kekalutan manusia akan ketidakjelasan dan ketidakpastian akan realitas maka Russelll memberikan satu solusi untuk itu memehami realitas itu dengan menggunakan teori pengetahuan akan realitas. Dalam usaha ini Russell memberikan batasa-batasan bahwa pengetahuan manisua akan realitas itu bisa melalui pengenalan dan deskripsi; pengetahuan melalui pengenalan ini memgandaikan bahwa kita mengenal sesuatu tanpa perantara dari segala proses penyimpulan atau segala pengetahuan tentang kebenaran. Kita mengenal benda yang kita sadari secara langsung. Sementara pengetahuan melalui deskripsi itu sebuah objek yang diketahui tanpa mengahdirkan secara real obyek itu. Jadi pengetahuan deskripsi adalah pengetahuan akan sesuatu benda atau barang melalui gambaran yang diberikan.

            Pengetahuan tentang prinsip-prinsip umum, pengetahuan akan segala sesuatu yang kebenaran sudah tidak diragukan lagi. Misalnya, dalam prinsip-prinsip ilmu arimatika; satu tambah satu adalah dua. Dlam prinsip-prinsip ilmu olgika dikatakan bahwa “andaikata diketahui bahwa jiak ini benar maka ia benar, andaikat ia diketahui bahwa ia benar maka selanjutnya itu adalah benar.”

            Russell membangun teori-teori pengetahuan ini untuk mengahindari jawaban-jawaban yang dogmatis dan kaku atas pertanyan-pertanyaan yang hakiaki dan mendasar akan realitas. Karena itu dengan berbagai gaya upaya Russell meretas keraguan manusia akan segala sesuatu dengan satu pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sebab Russell tidak mengingikan satu pengetahuan yang kaku melainkan sesuatu pengetahuan yang kebenaran dapat dibuktikan  secara ilmiah. Inilah harapan sekaligus tujuan dan maksud Russelll mengembangkan teori pengetahuan.

 

Teori Kepercayaan dan Kebenaran

            Teori kepercayaan dan kebenaran sangat erat kaitan satu dengan yang lain.  Kedua teori ini secara terperinci terurai dalam bukunya The Pincipia of Matematica. Namun, Russell mengakui bahwa dari sekian banyak persoalaan-persoalan yang ditekininya, ada satu persoalan yang sulit ditemukan jawabanya secara tepat dan memuaskan. Russell tetap berusaha untuk mencoba menjelaskanya bahkan lebih dari itu Russell berani menyusun satu teori tentangnya. Dalam teori ini Russell mendefenisikan kepercayaan sebagai suatu sikap batin seseorang yang mengarah kepada obyek tertentu. Kepercayan adalah suatu sikap mental batin yang terarah kepada obyek dari sebuah proposisi, yang dipandang sebagai seatu realitas obyektif yang asli.

            Menurut isi kepercayan ditentukanoleh proposisi-propsisi. Berdasarkan sisi kepercayaan, Russell mengkategorikan kepercayan atas tiga macam. (1) Kepercayaan yang isinya  hanya terdiri dari kata-kata (2) Kepercayaan terdiri  dari symbol dan gambar. (3) Kepercayaan yang isinya terdiri dari kata-kata, symbol dam gambar.

            Russell juag membedakan kepercayaan yang palsu dan yang benar. Dengan analisa ini maka Russell sampai pada satu  kesimpulan bahwa kerpercayaan itu lahir dari perasaan tertentu yang tertuju pada isi kerpercayaan. Perasaan atau sensasi yang menimbulkan kerpercayaan itu dikelompokkan Russell dalam tiga model; ingatan atau memori, pengharapan atau expectation dan persetujuan, penerimaan. Ketiganya saling berhubungan dalam mengungkapkan kepercayaan.

 

Atomisme Logis.

            Russell dalam bukunya “The philosophy of logical atomism” (1918), diuraiakn secara eksplisit prinsip-prinsip yang mendasari interpretasi metafisika akan konstruksionisme logis yakni, struktur ishomorfirme bahas ideal dan struktur realitas.  Pemikiran Russell ini, sangat terkenal dan berpengaruh dala dunia filsafat. Russell mendasarkan pemikiranya pada bahasa logika sehingga ia di kenal sebagai filsuf anlitis logis. Karena ia menggunakan metode analisa bahasa sebagai metode ilmiah untuk memecahkan ketidakpahaman tentang bahasa logika dan matematika; mengaanalisisa bahasa sehari-hari, ia juga mengeritik filsafat yang berlebihan dalam mengambarkan realitas.

 

Politik

            Dalam bukunya “Education and social order” dikisahkan bahwa pada suatu ketika disekolahnya, Russell mendapati seorang anak kelas menegah memperlakukan secara tidak adil seorang anak kecil yang tidak sekelas dengannya. Lalu Russell menegurnya, tapi dia berkata, orang–orang besar memukiul saya, maka saya memukul para bayi. Iutlah keadilan! Inilah gambaran sejarah  hidup manusia. Dimana yang kuat dan yang berkuasa menindas yang lemah dan yang tidak berkuasa; yang kaya memperdaya yang miskin.Melihat kenyataan yang demkian, rupayanya Russell tidak merasa pesimis terhadap kodrat manusia dimana yang kuat berlaku seenaknya terhdap yang lemah.. Russell yakin bahwa manusia pada kodratnya memilki sikap altruistic (sikap mementingkan orang lain) dan sikap egoistik (sikap mementingkan diri sendiri). Sehingga manusia hanya melakukan sesuatuyang baik dan menguntungkan bagi yang dicintai tetapi juga mengejar sesutau yang mengandung dan memiliki nilai-nilai kebenaran dan kebaikan umum.

            Walupun demikian manusia tetap perlu diakui bahwa dalam kehiudpan bersama ada satu faktor yang secara prinsipil mengontrol tindakan dan perbuatan manusia dalam realsi sosial dengan sesamanya yakni “nafsu mengusai”, sehingga Russell secara terang-terangan mengatakan bahwa seluruh organisasi dalam dunia perpolitikan memiliki satu basis yang satu dan yang sama yakni kekuasaan.

            Melihat akibat-akibat ini maka Russell berjuang untuk mengahaipusnya dari muka bumi ini sebab sistem ini merupakan satu penyakit yang menghalan-halangi kesejahteraan seluruh manusia. Ia memeberi kebebsan kepada setisap individu  dan justru ini yang ditantang oleh Russell dan di kritik habis-habisan. Karena jika sistem ini tetap ada dan meraja di jagad ini maka kesejahteraan dan kebebasan hanya dimilki oleh kaum penguasa.

            Agar kebebasan dan kesejahteraan itu di nikamti dan dimiliki banyak orang maka Russell menginginkan satu sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi sebagai yang dianut oleh rakyat. Satu sistem pemerintahan yang bersifat merayat, dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat, sehingga rakyat sebagai pemegang kendali kekausaan. Jika rakyat bebasa memilih dan memutuskan segala sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri. Disisi Russelll bertujuan untuk menciptakan satu dunia yang damai, aman dan tentaram dimana semua orang yang tinggal didalamnya memiliki hak dan kewajiban yang sama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Bertrand Russell, The Impact of  Science In Society, London Sidney Welington, NWIN     Papersbacks,1952.

__________, The Life and Wisdom of Bertrand Russell, dalam AL. Seckel, (Ed.)    Bertrand Russell On God & Religion, Buffalo, New York,1986.

__________, The Problems of Philosophy, Diterjemahkan oleh  Ahmad Asnawi, Oxford University Press, 1912.

 

Ayer, A. J., Bertrand Russell, Chicago & London: University of Chicago Press, 1972.

Bakker, A., Metode-Metode Filsafat, Jakarta; Lalia, 1984.

Bakker, Anton dan Ahmad Charis, Metodologi Penelitian Filsafat Yogyakarta, Kanisius 1994.

Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX Inggris-Jerman, Jakarta: PT. Gramedia, 1983.

Diane Collinson, Lima Puluh Filosof Dunia Yang Menggerakan  (Terj.), Jakarta: Murai      Kencana, 2001.

Dister, Niko Syukur, Descartes, Hume dan Kant: Tiga tonggak Filsafat Modern, dalam F.X. Mudji Sutrisno (Ed.), Para Filsuf Penentu Gerak  Jerman, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Hammarsma, Harry, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: PT. Gramedia, 1990.

Laba Lajar, Leo, Sekularisasi dan sekularisme: Autonomi terhadap Allah?   Dalam Alex Seran,& Embu Henriques (Ed.), Iman dan Ilmu: Refleksi Iman Atas Masalah-Masalah Aktual, Yogyakarta; Kanisius, 1992.

Palmer, Joy A., (Ed.), Fifty Modern Thinkers on Education, Yogyakarta: IRCiSoD, 2006.

Paul Edwars, (Ed.), The Encyclopedia of Philosophy, vol. VII & VIII, New York:   Macmillan Pub., 1967.

 

 

 

MEDIA MASSA ; WAHANA KOMUNIKASI DAN WACANA POLITIK BEBAS KEPENTINGAN (ELITIS)

 “Demam Pemilihan Umum”! Inilah ungkapan yang boleh dibilang Pas dengan situasi kita saat ini dan beberapa bulan ke depan hingga memasuki paruh pertama tahun 2009 sebagai puncak dari sebuah proses politik atas nama demokrasi. Kata demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yakni demos yang berarti pemerintahan dan kratein yang berarti  rakyat. Maka secara harafiah demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat. Artian ini memberi sebuah gambaran pemahaman yang secara inheren mengakui dimensi persamaan kedudukan warga Bangsa dan Negara. Konsep persamaan dan demokrasi memiliki hubungan yang erat dan saling mensyaratkan. Maka adalah sebuah kontradiksi intern apabila dalam praksis terjadi diskriminasi manusia secara nyata dalam sebuah Negara demokratis.

            Persamaan dalam konteks politik lebih sering disebut persamaan partisipasi politik. Dalam Negara-negara demokrasi modern, partisipasi rakyat dalam proses membuat keputusan tidak dapat dilakukan secara langsung tetapi lewat representasi (para wakil rakyat) yang dipilih oleh rakyat secara langsung,bebas dan rahasia dengan kejujuran nurani. Akan tetapi dalam kenyataan kehidupan perpolitikan kita justeru telah terjadi krisis partisipasi politik. Krisis partisipasi politik ini dipicu oleh perilaku para dewan perwakilan atau organisasi sosial politik atau penguasa yang tidak menyalurkan aspirasi masyarakat yang diwakili atau dipimpin secara benar, yang teraktualisasi dalam perilaku koruptif, kolusif dan nepotis demi kepentingan pribadi dan kroni. Perilaku ini telah menodai “kesucian” sebuah prinsip demokrasi yang menjamin persamaan dan peri hidup yang layak bagi masyarakat. Perilaku tak terpuji ini sedang “dimainkan” diantara penguasa dan pengusaha/pemilik modal.

 Asumsi di atas mengisyaratkan bahwa telah terjadi “persekongkolan dan perselingkuhan” antara dua kekuatan yang semestinya terpanggil oleh kehendak dan kesepakatan bersama demi membangun komitmen kemanusiaan yang menjunjung persamaan sejati menuju sebuah bonum commune. Semangat persamaan sejati sama sekali tidak mengimplikasikan bahwa setiap orang harus memerintah atau bahwa tak seorangpun harus diperintah melainkan mengandung asas  mentaati atau memerintah orang yang sederajat dengan kita dalam keluhuran martabatnya. Gambaran ini secara terentu telah mendatangkan sebuah antipati terhadap eksistensi dan kewibawaan lembaga perwakilan dan pemerintahan. Meski demikian masih tersemat harapan tersisa dari sebuah sumbu demokrasi dalam ranah perpolitikan yang kian redup yakni Pers (Media Massa).

Pers (Media massa), ibarat “dian” yang dipasang di atas kaki gantang untuk menerangi ruang demokrasi yang kian terseret dalam kegelapan pengabaian kehendak baik dari rakyat. Pers hadir sebagai pemberi suluh demokrasi dengan menegaskan prinsip persamaan sejati yang demokratis. Pers menjadi titian yang menjembatani jurang pemisah yang tengah mengangah di hadapan kita. Pers menghadirkan diri untuk menengahi krisis partisipasi politik yang hampir mengarah pada dua ekses berikut : Pertama, semangat ketidaksamaan yang menimbulkan aristokrasi atau monarki sekalipun secara tersamar. Kedua, semangat persamaan yang ekstrim yang menimbulkan kekuasaan sewenang-wenang. Pers diharapkan tidak terjerumus dalam salah satu ektrim ini, melainkan mengemban “misi” penghargaan akan persamaan dalam kehidupan berdemokrasi dalam menata hidup bersama sebagai satu bangsa.

Dalam gagasan di atas, telah diketengahkan krisis partisipasi politik yang tengah mewarnai kehidupan berdemokrasi bangsa kita. Krisis partisipasi politik tersebut telah merenggangkan hubungan saling percaya antara rakyat dengan para wakilnya atau pemimpinnya. Rakyat sepertinya sedang membangun sikap bungkam. Untuk mencairkan kebekuan ini, pers (media massa) mempunyai andil yang sangat berarti. Pers menjadi voice of the voiceless. Pers menjadi pilihan satu-satunya  yang berani menyuarakan prinsip kebenaran dan kebaikan bersama dengan pilihan-pilihan fundamental sebagai landasan atau pijakan demokrasi. 

Pilihan fundamental yang menjadi landasan dan pijakan demokrasi sebagai system pemerintahan harus menempatkan rakyat pada posisi teratas karena rakyat yang berdaulat atas kekuasaan yang sedang dilegitimasi oleh kehendak baik rakyat melalui proses politik dalam payung demokrasi. Maka sangat naïf apabila  kedaulatan rakyat dibalikkan. Rakyat dijadikan sebagai penonton dan pemeran pinggiran dalam dinamika drama politik Indonesia. Anggapan ini didasarkan atas pemikiran bahwa rakyat tidak tahu apa-apa, rakyat kurang mampu dan tidak becus. Rakyat harus dibebaskan dari kegiatan politik.

Peran rakyat yang tidak diperhatikan, kurang atau tidak adanya interaksi antara system dan kehidupan praktis, serta dominasi system yang monogal, telah membuahkan berbagai kemungkinan negative dan penyelewengan. Di sana sini terjadi tekanan, penindasan, ketidakadilan, paksaan dan sejenisnya. Kekuasaan rakyat beralih secara stereotip ke tangan para eksekutif, para pelaksana pemerintahan Negara, karenanya hubungan pemerintah-rakyat tidak lagi fungsional dan sebagai satu strategi untuk mengatur hidup bersama, melainkan hanyalah sebuah relasi antarapengusa dan yang dikuasai.

Model kehidupan politik demikian secara praktis hanya bersifat formal yang terwujud dalam pemilihan umum. Rakyat hanya memilih anggota legislative atau pemimpin selanjutnya hasil pemilihan itu jauh dari control. Artinya tidak ada interaksi antara demokrasi sebagai system dan dunia kehidupan nyata yang actual dan praktis dari masyarakat. Maka Pers senantiasa muncul untuk membuka ruang kritis dan komunikasi antara masyarakat yang berdaulat dan pemimpin yang dilegatimasi. Pers perlu membongkar dogma kemapanan statusquo yang memarginalisasi rakyat, dengan terus mendorong upaya pendidikan politik melalui suara-suara kritis demi transformasi politik menuju tataran “pengilmiahan politik”, seturut cita-cita Habermas.

“Pengilmiahan politik” menegaskan kesadaran rational yang mengimbangi kehendak baik masyarakat. Dengan kesadaran rational, sekurang-kurangnya memberikan pertimbangan-pertimbangan bagi keputusan kehendak politis. Di sini mengindikasikan bahwa rationalitas politik menciptakan masyarakat demokratis atas dasar hubungan antarpribadi yang merdeka dan memulihkan  kedudukan manusia sebagai subjek-subjek yang mengelola sejarahnya.

Rasionalisasi kekuasaan (rakyat yang berdaulat dan pemimpin yang dilegitimasi), pada gilirannya mengangkat isu demokrasi dalam arti bentuk-bentuk komunikasi umum dan public yang bebas dan terjamin secara institusional. Ruang komunikasi umum dan public ini secara tertentu dibuka dan diberi tempat oleh Media massa. Dalam arti tertentu Media massa menjadi acuan yang meliput dan membingkai wilayah kehidupan sosial dengan terus mengangkat opini-opni public. Semua warga masyarakat pada prinsipnya boleh masuk dalam wahana tersebut , karena masyarakat adalah orang-orang privat, bukan orang dengan kepentingan bisnis atau professional, bukan pejabat atau politikus, di mana percakapan mereka membentuk suatu opini public, sebab bukan soal-soal pribadi mereka yang dibicarakan, melainkan soal-soal kepentingan umum yang dibicarkan tanpa paksaan. Media massa seakan membentuk suatu dunia public, dimana menciptakan suatu situasi dan ruang bagi orang-orang privat untuk menyatakan serta mengumumkan opini-opini mereka secara bebas.

            Dalam ide tentang dunia public yang dirangkul oleh Media Massa, “melahirkan” mediasi bagi dua pihak yang dibedakan secara analitis sebagai “Negara” dan “masyarakat”. Ide ini menjadi potensi bagi tumbuhnya sebuah lingkungan dan suasana komunikatif yang memungkinkan demokrasi dalam masyarakat dengan banyak anggota yang berbhinneka.

Komunikasi kritis antara forum public dan para politikus melaui media massa dalam model pragmatis, mau tidak mau berakar pada system-sistem nilai yang berakar dalam masyarakat. Model ini berhubungan dengan public secara komunikatif. Komunikasi kritis selalu bersifat ilmiah, dalam arti didiskusikan dengan pertimbangan-pertimbangan rational, tetapi tak bisa lepas dari proses komunikasi yang sudah senantiasa ada pada taraf pra-ilmiah, komunikasai dalam kehidupan dunia sosial. Dalam demokrasi, jenis komunikasi macam itu, tak boleh disingkirkan, malah selayaknya diinstitusionalisasikan dalam bentuk diskusi public di antara para warga Negara. Secara keseluruhan dapat dibayangkan adanya komunikasi antara para politikus dan para ilmuan berdasarkan riset-riset, dan mereka berusaha menerjemahkan soal-soal praktis kedalam persoalan-persoalan yang dirumuskan secara ilmiah dan proses sebaliknya, menerjemahkan informasi ilmiah ke dalam persoalan-persoalan praktis. Dan proses penerjemahan ini mesti dihubungkan dengan opini public, sebab hubungan ilmu-ilmu dengan opini public ini mendasari bagi pengilmiahan politik Di sini pengetahuan dan kecakapan teknis dikonfrontasikan dengan pemahaman diri yang terikat pada tradisi dan nilai-nilai. Pengwahanaan diskusi public ini mendapat salah satu ruang apresiasi dan pengejawantahannya melalui media massa sebagai jejaring pendidikan politik yang simple, terbuka dan efektif karena menjangkau seluruh lapisan masyarakat hingga pelosok-pelosok.

Telah diketengahkan bahwa Media Massa (pers), menjadi wahana komunikasi kritis yang membuka ruang bagi diskusi publik atas problem-problem kehidupan berdemokrasi. Akan tetapi, hal mendasar yang harus diperhatikan adalah rationalitas komunikatif dan kebebasan. Rationalitas komunikatif, selalu berkaitan dengan bahasa sebagai tempat pengungkapan pengalaman rasionalitas. Mengenai pengungkapan rationalitas melalui bahasa, ada empat klaim yang perlu diajukan yakni bahwa pembicaraan yang dikomunikasikan itu jelas, benar, jujur dan betul. ”Jelas” artinya apa yang diungkapkan itu tepat sasar dengan maksud yang tepat pula. ”Benar” artinya apa yang dikatakan itu yang memang harus diungkapkan. ”Jujur” artinya apa yang dikatakan bukan manipulasi atau bohong. Dan ”betul” artinya apa yang dikatakan itu wajar adanya (bukan suatu kebetulan tapi kepastian). Keempat klaim yang mendasari suatu rationalitas komunikatif ini, hanya dapat berjalan dan berhasil bila pembicara mempunyai ruang kebebasan yang benar. Maksudnya bahwa pembicaraan yang dikomunikasikan itu bebas dari paksaan dengan segala ancaman dan tekanan apalagi dicap subversib. Maka komunikasi yang berhasil adalah tempat di mana manusia menyadari apa artinya sebuah situasi di mana hubungan kekuasaan tidak mempan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bagaimana seseorang memperoleh kompetensi komunikatif itu? Ada beberapa wilayah pengalaman yang harus diperhatikan secara verbal dalam proses belajar komunikasi yang rational yakni; alam luar, orang belajar mengatakan apa yang sesuai dengannya, artinya yang benar. Masyarakat, orang belajar mengatakan apa yang seharusnya dan wajar. Alam batinnya, artinya orang mengungkapkannya sendiri dengan jujur. Dengan demikian orang perlu membuktikan klaim-klaim itu dalam sebuah diskursus. Melalui diskursus orang belajar untuk berkomunikasi secara rational. Komunikasi rational ini merupakan ”disposisi subjek-subjek yang mampu berbahsa dan bertindak”. Disposisi ini diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan masyarakatnya karena melalui masyarakat  rationalitas individu tertanam dan bertumbuh. Proses perkembangan sebuah masyarakat terjadi melalui proses-proses belajar dalam dua dimensi ; dimensi kognitif-teknis dan moral-komunikatif. Suatu tambahan pengetahuan kognitif dan teknis, hanya bisa menghasilkan perkembangan dalam hubungan antara manusia dan dalam kerangka institusional masyarakat sesudah terjadi proses belajar dalam dimensi moral-komunikatif.

Dua dimensi dari proses belajar tersebut di atas, terkonstruksi melalui wacana-wacana. Dalam hubungan dengan kehidupan politik dan demokrasi, sangatlah penting disoroti tingkah laku para elit melalui wacana-wacana. Ada tiga tipe wacana tentang tingkah laku manusia yakni, pertama; wacana deskriptif, yang berhubungan dengan fenomenologi dan analisis bahasa. Di sini, insan pers (media Massa) dan para pejuang demokrasi semestinya membangun opini publik dengan mengetengahkan fenomen yang tengah dimainkan oleh para elit politik dan segala ungkapan bahasa yang seringkali dilontarkan (hal ini sangat nampak saat kampanye). Wacana yang disoroti seharusnya kembali mengingatkan masyarakat atas perilaku elit politik yang tidak lagi peka, sehingga masyarakat terbantu membaca track record para politisi secara benar lantaran tidak tertipu lagi dalam proses demokrasi dan politik membangun bangsa.Masyarakat terbantu untuk membuat putusan politis yang dipertanggungjawabkan secara nurani Kedua; wacana dialektika. Wacana ini menggunakan langkah mediasi dan totalisasi. Wacana ini tidak membatasi dirinya pada analisis tingkah laku yang didasarkan motivasi pelaku, melainkan berusaha untuk memahami hubungan antara tingkah laku yang bermotivasi dengan tingkah laku yang rational, antara alasan-alasan yang praktis dan yang teoritis, antara keinginan individual dan kolektif. Wacana dialektika ini sangat nyata diangkat oleh pers (media massa) melalui iklan autobiografi para politisi. Dan melalui wacana ini, masayarakat terbantu  untuk menilai politisi yang telah membangun gambaran diri, visi dan misi perjuangannya, dengan cara membangun opini kristis sebagai tanggapan balik dengan merumuskan kelemahan dan kelebihan yang terjadi dalam disposisi praktis dan teoritis. Disini persepesi masyarakat  diarahkan untuk melihat motivasi politisi dalam perjuangannya. Walaupun wacana ini baik dan nampak utuh, namun pers (media massa) harus melangkah lagi untuk membangun wacana yang ketiga yakni wacana hermeneutika.

  Wacana hermeutika ini memungkin daya interpretasi yang didasarkan pada prinsip distansiasi. Maksudnya bahwa wacana hermeneutika ini dibangun untuk memapukan masyarakat mengambil jarak atas tingkah laku para politisi dengan cara melakukan perbandingan dengan peristiwa atau tokoh tertentu entah yang terjadi di daerah/bangsa lain ataupun yang terjadi dalam daerah atau bangsa sendiri di masa lampau. Perbandingan ini mesti mengemukakan baik sisi positifnya maupun sisi negatifnya. Kedua sisi ini membantu masyarakat untuk membangun jarak (distansi) lalu dikonfrontasikan dengan kenyataan kehidupan berdemokrasi yang sedang terjadi, agar masyarakat memberi penilaian secara objektif dan mampu mengambil sikap dan keputusan pilitis yang baik dan benar sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai warga negara dan bangsa.

Komunikasi dan wacana politik yang dibangun oleh media massa (pers) sebagaimana disinyalir dari konsepsi di atas, sangat nampak terlihat dalam kolom opini-opini dan analisa politik selain kolom-kolom lain. Menarik bahwa Harian Kompas salah satu media massa Nasional selalu memberi ruang bagi analisa polotik dari para tokoh-tokoh yang berkompeten dalam bidang politik atau sosial kemasyarakatan. Kolom ini memberikan banyak pemikiran kritis yang menjadi proses pendidikan politik bagi masyarakat.

Media Massa (pers), merupakan salah satu jejaring pendidikan politik yang dapat dipercaya dan diharapkan oleh masyarakat, karena elit politik yang menjadi representasi masyarakat telah kehilangan daya pikat dan ”roh” kerakyatannya. Cita-cita dan kebenaran dari kehidupan berbangsa yang demokratis telah dikangkangi bahkan ”diperkosa” oleh para elit politik yang seharusnya menjadi corong suara rakyat dalam menata kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan bersama.

Dalam segala keterbatasannya, media massa (pers), tampil untuk menata kembali keadaban demokrasi yang telah bergeser dari nilai luhurnya dengan suara-suara kritis dari orang-orang dan insan pers sendiri yang mencintai dan mencita-citakan suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Media massa (pers) secara tertentu mendorong masyarakat untuk membangun rationalitas demokrasi dengan mengembangkan komunikasi politik yang dapat dipertanggungjawabkan. Media massa (pers) membuka segala kebobrokan selain kebaikan yang dimainkan oleh para elit politik, lantas menjadi isyarat bagi masyarakat untuk memberi penilaian atas perilaku para elit sebagai sebuah awasan untuk perbaikan. Daya kontrol masyarakat melalui media massa (Pers) dengan sistem dialektis akan mengubah pencitraan kehidupan demokrasi yang kini dimainkan oleh para politisi secara tidak bertanggungjawab. Media massa memungkinkan partisipasi politik dari masyarakat dengan membuka ruang publik bebas kepentingan (elitis) seraya mendorong masyarakat untuk mengkomunikasikan kehendak kolektif dan nilai luhur demokrasi melalui wacana –wacana politik yang menjadi sorotan publik. Media massa ibarat mercuar di tengah lautan lepas bagi ”kapal” demokrasi yang hampir karam diterpa prahara pengingkaran kebaikan bersama oleh para politisi yang berperilaku ”busuk”.

 

 

 

Sumber Referensi :

Dr. Afandi A. Khosin (Penerj.), Filsafat Bahasa dan Hermeneutik, untuk penelitian Sosial, (Surabaya ; Visi Humanika : 2005).

Majalah Basis, Demokrasi Deliberatif untuk Indonesia, edisi 75 tahun Jurgen Habermas, No. 11-12, Tahun ke- 53, 2004.

Majalah Vox, Demokrasi Mengalir, seri 40/4 1995.

Senin, 24 Februari 2014

Somewhere Over The Rainbow

Let us Sing "Somewhere Over The Rainbow"
Karena setelah hujan akan datang pelangi, dan seperti pelangi di langit biru, yakinlah bahwa setiap mimpi bisa menjadi kenyataan, bahkan jika kau merasa segalanya serba mustahil untuk kau jalani.

Let us Sing "Somewhere Over The Rainbow"
Terbanglah tinggi melintasi awan gemawan, bersandinglah dengan pelangi. Susunlah asamu seperti piramida dengan puncaknya asamu yang senantiasa bersinar, itulah matahari yang senantiasa memberi cerah tak berkesudahan untuk hatimu.

Let us Sing "Somewhere Over The Rainbow"
Ketika kesadaran telah memenuhi hatimu, pulanglah dan bersaksilah kepada semua yang memenuhi kepalamu dengan tanda tanya. Katakan bahwa kau telah menemukan yang terbaik, dan seperti yang kau dapatkan dalam pelajaran di sekolah, setelah "terbaik" tidak ada lagi yang mengikutinya.

Let us Sing "Somewhere Over The Rainbow"
Hari-hari senantiasa menjadi cerita yang kau tulis sebagai rangkaian sejarah,

Ada dan tiada tidak menjadi batas fitrahmu. Bernyanyilah senantiasa, titian langkahmu senantiasa menjadi nada-nada melodimu, tak tergantikan.

 

Let us Sing “Somewhere Over The Rainbow”

Berkibarlah, mengangkasalah. Dalam buturan udara dan uap yang kau hirup. Senantiasa ada fajar untuk akhir sebuah malam. Dan fajar ke sekian menjemputmu kini. Bernyanyilah. Engkau Pelangi.

 


#Manufui, 24 Agustus 2013.