Senin, 14 Mei 2012

di bawah deret rangka

:pemangku
Sebab itulah. Tanganmu baja cabul pantai yg pasang surut tak kesampaian tertidur pada pasir karang, seperti kemarin-kemarin. Birahimu pada uang dan saham, dan dengung nama pada etalase-etalase, hotel berbintang dan resto, bahasamu. Dan kagum bodoh anak-anak penuh peluh pasir tak mengerti mereka digusur kau bilang pembangunan infrastruktur. Padahal semacam pupur memaskara kawah-kawah buruk rupa wajahmu pada nama, slogan, semboyan.
Pulangkan Pantai Kami…!!!
Asin uap pun kau bilang debet dan kredit. Meski sebenarnya tidurmu hanya berteman sepelacur saja semalam lantaran binimu tak lagi belia mengikatmu, nyata dan maya, siang dan malam. Layaknya lenganmu terus cabul musnah. Tak kesampaian ratap tangis kehilangan kerang sekedar lauk anak-anak sekolah pulang. Tikamanmu tetap gunjang-ganjing tak tentu bila diseru. Itu caci maki untukmu. Kusumpahi kalian yang mengikrar setia lalu beringkar seperbalikan telapak tangan. Atas nama laut yang kau simpan birahi siang malam. Kata-kata akan mati, lebih dahulu kau mesti mati. Dimakan anjing bangkaimu tanpa kasihan lagi. Selalu.
Pulangkan Pantai Kami…!!!

(Kelapa Lima, Mei 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini