Senin, 01 Desember 2014

TEORI INSTING (Lanjutan)


  1. Teori Insting Modern


Pembahasan mengenai teori insting modern berhubungan dengan etologi, di mana para etolog mengemukakan beberapa konsep utama mengenai tingkah laku dalam basis teori insting modern.

 Konrad Lorenz Dan Niko Timbergen

Pandangan Lorenz dan Timbergen dalam hal motivasi seperti halnya para teoretisi yang berpendekatan insting (biologis), didasarkan pada konsep etologi dimana konsep etologi sendiri didasarkan pada teori evolusi dari Darwin.Teori evolusi telah banyak memberikan kontribusi dalam bidang psikologis terutama dalam kaitannya adaptasi manusia terhadap lingkunganya.Organisme, oleh Darwin dikonsepsikan sebagai tempat berkumpulnya berbagai macam kebutuhan, dimana setiap kebutuhan tadi memerlukan upaya pemuasan dengan bermacam-macam tindakan. Berbagai macam cara dalam rangka pemuasan kebutuhan tersebut oleh Darwin disebut sebagai upaya atau perjuangan dalam rangka mempertahankan eksistensinya (model or survival) sebagai mahluk hidup. Model for survival ini adalah cara organisme untuk mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungannya dalam rangka mempertahankan hidupnya.

Dalam  teori motivasi Lorenz dan Timbergen ada beberapa istilah yang merupakan konsep pokok energi yang mengarahkan organisme pada aktivitas khusus (action specific energy),  mekanisme pelepas bawaan (innate releasing mechanism), stimulus kunci (key stimuli) atau stimulus sinyal atau stimulus tanda (sign stimuli), pemicu sosial (social releaser), pola-pola tindakan tetap (fixed action pattern), perilaku konsumatori, perilaku atetitif, aktivitas vacum (vacum activity) gerakan-gerakan bermaksud (intention movement), perilaku  konflik (conflict behavior),  rantai-rantai reaksi (reaction chains), imprinting dan aktivitas vakum.

  1. Tingkah laku konsumatori dan apetitif


Dipelopori oleh etolog Wallace Craig, yang membedakan tingkah laku instingtif dalam dua kelompok.Pertama, tingkah laku konsumatori yaitu tingkah laku yang terkoordinasi secara baik berdasarkan pola merespons yang tetap terhadap stimulus yang spesifik.Kedua, tingkah laku apetitif yakni tingkah laku yang relative tidak tetap, bersifat fleksibel dan adaptif terhadap lingkungan.

Tingkah laku konsumatori merupakan bawaan, sedangkan tingkah laku apetitif dapat dipelajari atau merupakan hasil dari proses belajar.

  1. Stimulus kunci


Kemunculan setiap perilaku bisa dihambat atau dipicu oleh suatu mekanisme pemicu bawaan yang disebut dengan innate releasing mechanism. Mekanisme pemacu bawaan ini bekerja untuk menyalurkan energi, sehingga muncul aktivitas apabila mendapatkan stimulasi dari objek ekternal. Keduanya (mekanisme pemicu bawaan dan objek ekternal) bekerja seperti halnya mekanisme sebuah kunci yang dapat dibuka hanya dengan anak kuncinya. Objek eksternal yang berkaitan dengan kemunculan mekanisme pemicu bawaan tadi disebut dengan stimulus kunci (key stimuli atau sign stimuli).

Stimulus kunci dalam kondisi normal kadang-kadang tidak cukup kuat untuk memicu munculnya tingkah laku tertentu. Ini dibuktikan oleh pengamatanTimbergen. Timbergen menempatkan telur lain warna putih dengan bintik-bintik hitam diantara telur asli dari burung oystercacher yang berwarna coklat muda dengan bintik-bintik coklat tua. Ternyata burung tadi lebih memilih telur lain yang berwarna putih dengan bintik-bintik hitam untuk dierami dari pada telurnya sendiri. Pada percobaan lain, Timbergen menempatkan telur ayam yang tentunya jauh lebih besar dari telur burung oystercatcher dan dicat dengan bintik-bintik sesuai dengan warna aslinya. Ternyata burung oystercatcher lebih tertarik pada telur yang lebih besar, dibanding dengan telur asli yang berukuran normal. Suatu eksperimen yang menggunakan subyek burung gereja memperkuat teori Timbergen ini. Seekor burung gereja betina diberi stimulus dua ekor burung gereja jantan. Jantan yang satu di kepalanya diberi jambul yang terbuat dari tiga butir mutiara kecil dikomposisikan dengan bulu yang ditempelkan diatas rangkaian mutiara tadi dengan posisi berdiri tegak, sehingga kelihatan seperti mahkota. Jantan yang lain dibiarkan seperti apa adanya tidak diberi aksesoris apapun. Kemudian apa yang terjadi ? Ternyata si betina lebih tertarik pada jantan dengan jambul palsu di kepalanya. Stimulus-stimulus yang tidak seperti biasanyadan ternyata lebih efektif dalam memunculkan tingkah laku seperti terurai di atas tadi, oleh Timbergen disebut dengan stimulus supernormal (supernormal stimuli) .

  1. Pola-pola tindakan tetap


Selain kedua perilaku diatas, ada semacam perilaku yang disebut dengan pola tindakan tetap atau aktivitas vakum (vakum activity). Hal ini dikemukakan berdasarkan hasil pengamatannya terhadap burung piaraannya. Biasanya burung tersebut terbang mengitari ruangan dengan maksud untuk menangkap serangga. Tetapi ada kalanya burung tadi terbang berputar-putar mengitari ruangan padahal tidak dalam rangka menangkap serangga dan di ruangan itu memang tidak ada serangga.

Aktivitas vacum ini terjadi ketika energi dalam organisme berakumulasi karena luapan energi pada ambang tertentu, dimana pada saat itu tidak ada stimulus kunci. Akumulasi dari energi tadi cukup kuat untuk menekan katup (mekanisme pelepas bawaan), sehinga secara spontan katup terbuka dan muncullah perilaku yang disebut dengan aktivitas vakum tadi. Aktivitas vakum ini tentunya terjadi juga pada manusia. Misalnya berjalan-jalan ke kompleks pertokoan tanpa adanya tujuan seperti berbelanja. Bahkan kadang-kadang aktivitasnya tadi berada diluar kontrol sadarnya.

  1. Gerakan-gerakan bermaksud


Gerakan-gerakan bertujuan (intention movements) adalah gerakan yang mengidikasikan intensitas rendah, tidak sempurna dalam arti tidak cukup informatif untk menyampaikan sebuah pesaan, bahkan kadang-kadang kabur. Awalnya gerakan bertujuan ini tidak komunikatif karena tidak lengkap dan tidak jelas seperti tersebut tadi, tetapi melalui proses ritualisasi (dilakukan secara berkala setiap kesempatan dengan arti tertentu) pada akhirnya juga memiliki fungsi komunikatif.

Gerakan tubuh tertentu sering juga memiliki arti tertentu dalam komunikasi manusia yang juga dikenal dengan bahasa tubuh (body language) seperti ekspresi wajah dan gerakan-gerakan tubuh yang lain. Misalnya, ekspresi wajah pada suatu organisme dapat menggambarkan kondisi senang, sedih dan marah. Dari ekspresi wajah, juga dapat ditangkap pesan bahwa yang bersangkutan siap menyerang atau berharap untuk meminta pertolongan. Anggukan dan gelengan kepala yang pada awalnya tidak lebih dari gerakan kepala yang mengarah ke bawah dan ke samping, setelah melalui ritualisasi dalam suatu komunitas dan sistem budaya tertentu akhirnya memiliki arti tertentu juga yaitu setuju (anggukan) atau tidak setuju (gelengan).

Bahasa verbal yang dimaksud sudah bergeser dari arti harfiahnya juga merupakan suatu fernomena dari gerakan bermaksud ini. Misalnya perilaku diam (tidak mengucapkan sepatah katapun) bila melihat tindakan orang lain, biasanya diartikan sebagai tanda setuju, berkenan, atau setidak-tidaknya dapat diartikan tidak ada respon apa-apa.

  1. Tingkah laku konflik


Dalam suatu situasi atau waktu tertentu kemungkinan organisme menghadapi dua atau lebih stimulus. Situasi demikian akan memunculkan kondisi motivasional yang disebut dengan kondisi konflik yang tentunya akan mendorong pada munculnya suatu perilaku yang disebut dengan perilaku konflik. Dalam hal ini ada empat macam perilaku konflik yaitu: perilaku ambivalen suksesif, perilaku ambivalen simultan dan perilaku yang dialiharahkan (redirected).

Perilaku ambivalen suksesif merupakan refleksi dari dua kondisi motivasional yang mendorong organisme untuk memilih antara menghadapi sekaligus menghindar dari stimulus yang sekaligus menjadi objek dari perilaku. Sebagai contoh, perilaku yang muncul dari dorongan untuk menyerang atau melarikan diri dari seekor ikan stickleback jantan apabila ada ikan jantan lain yang melanggar batas wilayahnya (angguk – geleng Freud)

Perilaku ambivalen simultan adalah tingkah laku yang muncul dalam situasi konflik dimana dua kondisi motivasional yang bertentangan diekspresikan secara bersama dalam waktu yang sama. Disini, dicontohkan bila seekor kucing membungkukkan punggung merupakan ekspresi dari dorongan untuk menyerang (kaki belakang menjorok kedepan) sekaligus merefleksikan dorongan untuk melarikan diri (kaki depan ditarik ke belakang). = Reaksin formation (Freud)

Perilaku yang dialih arahkan sinonim dengan istilah displamen dan sublimasi menurut konsep Sigmund Freud. Alih arah yang dimaksud adalah pemindahan arah dari ojek yang berbahaya atau beresiko pada objek yanglebih lemah tidak begitu berbahaya ayau beresiko tinggi. Arah pemindahan objek tersebut bisa tertuju pada suatu organisme seperti manusia atau benda-benda. Dicontohkan oleh Timbergen, dorongan menyerang dan melarikan diri pada seekor Stickleback jantan diarahkan pada perilaku membuat sarang (sublimasi ). Atau dorongan agresif dari seorang suami yang mengalami stres karena selalu mendapatkan omelan dan marah-marah dari pimpinannya di tempat kerja, mengarahkan dorongan agrsifnya terhadap istri dan anaknya di rumah. Hal ini dilakukan, karena istri atau anaknya dirumah. Hal ini dilakukan, karena istri atau anaknya tidaklah lebih berbahaya daripada pimpinannya. Sebaliknya, sering juga terjadi pada seorang suami yang mengalami stres karena tidak berdaya menghadapi istri yang mungkin mengalami Sindrom Delilah dirumah, kemudian melampiaskan dorongan agresifnya pada bawahannya di tempat kerja.

  1. Rantai-rantai reaksi


Selain perilaku sederhana yang merupakan respon terhadap stimulus kunci sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, Lorenz juga mengemukakan tentang adanya perilaku yang lebih kompleks. Kompleksitas dari perilaku tersebut utamanya dibentuk oleh insting yang sifatnya bawaan dan berinteraksi dengan insting yang didapat melalui proses belajar yang disebut dengan interkalasi pengkondisian insting (instict conditioning intercalation). Perilaku ini terdiri dari rangkaian-rangkaian reaksi yang disebut dengan rantai-rantai reaksi (reaction chains).

Rantai-rantai reaksi terdiri dari rangkaian tingkah laku yang sebenarnya berdiri sendiri. Maksudnya setiap mata rantai reaksi, merupakan suatu segmen aktivitas yang terdiri dari komponen enersi spesifik dengan stimulus kuncinya sendiri. Tetapi walaupun demikian, keseluruhan rantai reaksi tadi, merupakan suatu kesatuan yang munculnya berselang-seling sampai tujuan akhir dari perilaku tercapai. Ini dicontohkan oleh Timbergen perilaku kawin dari sepasang ikan stickleback.

Begitu muncul ikan stickleback betina, si jantan mengadakan attaraksi dengan menari-nari zigzag. Tarian zigzag tadi merupakan stimulus kunci yang mendorong si betina untuk menyambut dengan gerakan-gerakan yang merupakan stimulus tanda (sign stimuli) bahwa ia siap untuk bercumbu. Kesediaan bercumbu yang ditunjukkan oleh si betina tadi, menstimulasi (stimulus kunci) munculnya mata rantai berikutnya yaitu si jantan bereaksi lagi dengan  perilaku lain lagi yaitu membimbing dan mengarahkan si betina ke sarang yang sudah tersedia. Selanjutnya terbentuk rantai reaksi lanjutan yaitu si betina mengikuti dan masuk ke sarang dan kemudian si jantan membuahi dengan menggetar-getarkan badannya sebagai mata rantai yang lain lagi. Jadi munculnya si betina sampai perilaku pembuahan dari si jantan terhadap si betina, kemudian si betina bertelur, mengerami sampai telurnya menetas, merupakan rantai-rantai reaksi yang merupakan interkalasi antara faktor bawaan dan faktor belajar.

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sulit kita memahami pola perilaku dengan mekanisme rantai-rantai reaksi ini. Misalnya ada sebuah kasus yang diberitakan sebuah surat kabar, seorang gadis remaja melapor ke polisi bahwa semalam ia telah diperkosa oleh seseorang di sebuah hotel. Bagaimana kronologisnya?  Sekitar jam 19.00 sore si wanita tadi keluar dari sebuah apotik, dan menunggu kendaraan umum untuk pulang, setelah membeli obat untuk ibunya yang sedang sakit. Kemudian, ada sebuah kendaraan peribadi mengahampiri dan setelah sedikit berbasa-basi si pengendara mobil tersebut menawarkan jasa untuk mengantarkannya pulang. Dalam benak si wanita ini adalah tawaran jasa baik lumayan hitung-hitung dapat menghemat ongkos, tidak usah lama-lama menunggu kendaraan umum demi efisiensi waktu, dan si pengendara boleh juga, sopan, keren dan tampan lagi. Pokoknya okelah. Setelah di dalam mobil si pemberi jasa mulai bergerilya dengan pembicaraan yang ringa-ringan, sederhana,  sampai pada pembicaraan yang merupakan jurus rayuan. Memperhatikan respon si wanita, dalam benak si lelaki, orang  ini oke juga, lalu menawarkan bagaima kalau kita cari minum dulu. Si wanita dengan senang hati menerima tawaran tadi. Kemudian mereka sepakat untuk jalan-jalan dulu dengan kendaraan sebelum pulang. Rupanya si gadis tadi sudah mulai lupa kalau ibunya yang sedang sakit lagi menunggu obat yang ia beli di apotik tadi. Setelah melalui beberapa mata rantai reaksi yang lain, tibalah mereka di sebuah hotel, dan besok harinya si wanita melaporkan kalau ia telah diperkosa. Pertanyaannya, dalam kasus ini siapa yang harus dipersalahkan? Mungkinkah akan terjadi perilaku perkosaan tadi apabila mata rantai reaksi diputus terlebih dahulu sebelumnya? Misalnya, si wanita tidak dengan mudah menerima tawaran antaran gratis dari orang yang sama sekali belum pernah ia kenal sebelumnya? atau ketika si lelaki mulai melempar aksi rayuan gombalnya si wanita tidak menanggapi dan minta diturunkan saja? Kenapa perkosaan itu kok sampai terjadi di sebuah hotel ?

  1. Imprinting


Salah satu beentuk dari interaksi antara faktor bawaan dan faktor belajar menurut Konrad Lorenz, adalah imprinting. Menurut konsep Lorenz, imprinting adalah suatu proses sosialisasi organisme muda membentuk pengikatan dengan orang tuanya. Imprinting sebagaimana yang disebut dengan insting sementara (transitory instinct) oleh William James, adalah insting yang hanya terjadi dalam periode tertentu dalam rentang kehidupan organisme. Impriting merupakan proses sosialisasi dari organisme muda dalam bentuk kelekatan (attachement) terhadap organisme tua. Sebagai contoh, anak bebek yang baru ditetaskan berusaha untuk mengikuti kemana saja arah gerakan objek yang pertama kali dilihatnya setelah penetasan. Biasanya anak bebek mengikuti induknya tetapi apabila yang dilihat eprtama kali bukan induknya, misalnya orang, ia akan mengikuti orang tadi dan apabila yang dilihat pertama kali adalah boneka atau bola karet yang bergerak, maka objek yang akan diikutinya adalah boneka atau bola karet tadi. Kelekatan anak-anak bebek terhadap objek yang pertama kali dilihatnya tadi merupakan hasil dari proses belajar, sedangkan proses yang mengarah pada kelekatan bersifat bawaan.

Bagaimana imprinting pada manusia? Imprinting ini terjadi juga pada manusia, yang tentunya tidak seprimitif dengan apa yang terjadi pada binatang. Perilaku yang berkaitan dengan imprinting ini dapat dilihat dari perilaku bayi pada babysitter nya. Ia akan lebih lekat pada baby sitter nya dibandingkan dengan ibunya sendiri sekalipun yang pertama kali dilihatnya adalah ibunya dan ia juga mendapatkan ASI dari ibunya. Ini terjadi  karena sebagian besar waktunya digunakan untuk berinteraksi dengan baby sitter tadi. Apalagi ia tidak mendapatkan  ASI dari ibunya dan ibunya tidak cukup waktu untuk berinteraksi dengan bayi tadi.

 Teori Lorenz dan Timbergen yang dikenal dengan teori insting moderen, juga tidak terlepas dari kritik dari banyak ahli yang lain, seperti halnya yang ditujukan pada teori insting lama dari Williams James dan Williams McDougall, yaitu tidak adanya pemisahan yang jelas yang mana tingkah laku instingtif yang sifatnya bawaan dan yang mana tingkah laku yang didapat melalui proses belajar.  Teori-teori insting ini terlalu menyederhanakan semua tingkah laku dengan menganggap semua tingkah laku sifatnya bawaan. Padahal semua  tingkah laku dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor bawaan dan faktor lingkungan. Dicontohkan, bagaimana pola respon mematuk dari burung camar yang berubah menjadi lebih akurat dan lebih efisien melalui pengaman dalam proses perkembangannya. Hal ini terjadi pola pada anak ayam yang berkembang menjadi lebih akurat dan efisien dan lebih mengarah pada objek khusus yang berkaitan dengan kebutuhannya seiring dengan semakin meningkatnya kedewasaannya.

Kritik lain terhadap teori Lorenz dan Timbergen ini ialah tentang konsep energi sehubungan dengan tingkah laku pemindahan objek (displecement) dan aktivitas vakum yang dianggapnya sebagai luapan enersi yang ada dalam organisme. Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam uraian terdahulu, bahwa aktivitas vakum terjadi karena tekanan enersi yang cukup kuat untuk membuka katup mekanisme pemicu bawaan, sekalipun tanpa kehadiran stimulus kunci. Mengenai pemindahan objek dan aktivitas vakum, sebetulnya dapat diterangkan berdasarkan suatu asumsi akan adanya sejumlah kemungkinan respon terhadap suatu stimulus yang dapat muncul secara hirarkis. Dari sejumlah kemungkinan respon tadi, ada beberapa atau salah satu di antaranya lebih dahulu mendapatkan kesempatan untuk muncul. Jadi tingkah laku pemindahan objek dan aktivitas vakum lebih merupakan suatu respon yang mendapatkan kesempatan muncul terlebih dahulu di antara kemungkinan-kemungkinan respon yang lain, dibandingkan dengan sekedar percikan dari akumulasi enersi dalam organisme.

PUSTAKA

Buck, R. 1988. Human Motivation and Emotion, 2th Edition, New York:John Wiley & Sons

Harrison, Thomas L., 2008, Misteri Insting Manusia, Cetakan 1, Yogyakarta: Diva Press Group

Koeswara, E., 1989, Motivasi: Teori dan Penelitiannya, Bandung: Angkasa

Olson, Matthew H. dan Hergenhahn, B.R., 2013, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Petri, Herbert L., 1981, Motivation: Theory and Research, California: Wadsworth, Inc.

Puspitoreni, Ira, 2002, Psikoanalisis Sigmund Freud,Yogyakarta: Ikon Teralitera

Reber, Arthur S., dan Emily, 2010, Kamus Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Weiten, Wayne. 2008. Psychology Themes and Variations Briefer Version 8th edition. Wadsworth: Cengange Learning.

Yuwono, Ino dkk.2005. Psikologi Industri dan Organisasi. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini