Minggu, 30 November 2014

MEDIA MASSA SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI POLITIK

Setelah melihat, mengamati serta menjalani perpolitikan yang ada di Republik ini sejak Orde Baru hinggga Reformasi maka pihak manakah yang bertanggung jawab dalam menggiatkan komunikasi politik dalam suatu sisitem politik yang sehat ? Pertama-tama tentu saja partai-partai politik. Lalu baru diikuti dengan media-media lain, dalam hal ini adalah media massa entah berupa media cetak maupun media elektronik.

Apakah partai-partai politik sudah melakukan atau melaksanakan fungsinya dalam komunikasi politik selama masa Orde Baru ? Bukan pada masalah kuantitatif atau jumlah tetapi lebih terletak pada soal kualitatif atau mutu menyangkut seperti apa isi komunikasi politik tersebut. Lantas pertanyaan kedua, sejauh mana peran media massa dalam kredilibilitasnya sebagai media komunikasi politik di mata masyarakat ? Dalam artikel ini kami ingin melontarkan hipotesis atau asumsi bahwa persoalan kualitatif dari peran media massa menjadi media komunikasi politik yang paling urgen dalam dunia perpolitikan.

Media massa sebagai sarana komunikasi bagi masyarakat luas tentang berbagai hal; soal pengetahuan dan teknologi, tentang perkembangan situasi dan kondisi serta sebagai sarana komunikasi politik itu sendiri. Media massa yang kita kenal berupa media cetak maupun media elektronik. Media masa ada yang bersifat lokal tapi ada juga yang nasional dan internasional.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai media komunikasi bagi masyarakat maka media massa juga telah merasul untuk menciptakan peradaban manusia dalam hal ini berbudaya. Berbagai hal dari daerah lain diberitakan atau disiarkan sehingga selain sebagai hiburan juga pendidikan atau pengetahuan bagu masyarakat luas. Maka peran media massa sebagai media komunikasi sangatlah urgen dalam kehidupan suatu bangsa.

Betapa berperannya media massa dan proses pembudayaan masyarakat Indonesia maka media massa hendaknya diberi ruang geraknya sendiri tanpa adanya intervensi atau penggunaan kekuasaan tertentu untuk mencabut atau memblokir media tertentu. Asalkan pemberitaan itu masih dalam taraf yang normal, bukannya seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.

Dalam tataran ontologis, bahasa sebagai alat untuk mengetahui segala sesuatu yang ada, teramsuk juga politik. Maka semakin disadari bahwa bahasa adalah produk zaman. Komulasi ekspresi kebudayaan atau “wakil’ sebuah kekuasaan.

Di era Orde Baru, jelas terlihat bahwa bahasa menjadi wakil dari kekuasaan. Misalkan para anggota Kabinet, Wakil Rakyat di DPR atau anggota partai politik lain harus tunduk pada yang berkuasa bila ingin eksis di posisinya. Maka disini yang mengalami akibatnya adalah media massa. Sehingga mereka menciptakan apa yang dinamakan praktek eufemisme.

Fakta bahwa ilmu politik tidak hanya melihat bahasa semata-mata sebagai ‘alat’. Hal ini berangkat dari pemahaman bahwa bahasa adalah produk suatu zaman atau kebudayaan atau kekuasaan. Lalu bahasa dilihat sebagai paradigama. Sehingga dapat kita katakan bukan lagi manusia yang menggunakan bahasa tetapi bahasa yang menggunakan manusia. Dalam artian bahwa bahasalah yang melingkupi juga menentukan hidup manusia.

Komunikasi politik dari partai-partai umumnya mendapat dua gejala yang jelas. Pertama, orang yang duduk dalam struktur partai adalah mereka yang telah direstui oleh pemerintah. Maka dengan sendirinya harus menjadi orang pemerintah. Kedua, mereka yang semula adalah orang kritis tetapi harus terperangkap dalam eufemisme yang tidak langsung dan menghaluskan berbagai hal yang dianggap tidak pantas dan tidak layak ketika menyampaikan aspirasi.

Sementara itu media massa pun tak mampu berbuat banyak. Media massa hanya diam membungkam demi eksisnya media itu atau bahkan tak punya nyali sama sekali bila berhadapan dengan pemerintah yang berkuasa sehingga media yang seharusnya menjadi sarana komunikasi politik bagi masyarakat tidak bisa berjalan. Tetapi semua situasi ini berubah ketika di tahun 1997 terjadi reformasi yang dipimpin para mahasiswa. Perlahan media massa mengambil peran aktif sebagai media kominikasi. Medias massa secara bebas untuk meliput juga untuk menyiarkan berbagai berita kepada kalayak ramai. Sehingga sejak reformasi media massa dapat menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi dengan baik.

Politik adalah sarana membela kehidupan. Politik adalah syarat yang memungkinkan kehidupan. Politik adalah semua usaha yang ditujukan untuk mencapai keteraturan dalam masyarakat.politik menyagkut kesejahteraan umum, menyangkut perbaikan demi kepentingan umum. Maka politik adalah wajib karena manusia adalah zoon politicon atau makhluk berpolitik. Sebagai makhluk berpolitik maka dalam kehidupannya bersama orang lain harus selalu mengusahakan kesejahteraan bersama. Itu berarti politik adalah pengelolahan kehidupan umum, pengelolaan kehidupan bersama. Politik menyangkut semua tujuan dari masyarakat, kepentingan seluruh masyarakat, kepentingan umum dan bukan golongan.

Politik juga adalah pengujian ketangkasan, kepekaan serta keberanian guna memanfaatkan berbagai kemungkinan dalam mewujudkan satu tujuan yang dapat membawa dampak umum. Politik sebagai usaha bersama untuk mencapai kesejahteraan umum bagi masyarakat beserta anggotanya sebagai bagian dari kesejahteraan dunia. (sebuah catatan MAPENTA Pemuda Katolik, 2006 di Paroki Bolan).

Tujuan politik adalah bonum communae atau kebaikan bersama. Dalam kegiatan bersama akan muncul berbagai kemungkinan dan alternatif, sehingga politik adalah making voice among alternative.

Kalau politik begitu mulia dan luhur dengan tujuannya maka mengapa orang selalu memberi label kepada politik sebagai sesuatu yang jelek, jahat, kotor, licik bahkan berbahaya sehingga kalau ada yang terlibat harus dicegat ? Bukankah sebaliknya politik itu, indah, menarik, asyik dan mempesona? Sebab kebijakan yang diambil dalam tataran politik mutlak berakar dalam kepribadian. Bermuara dalam moral individu. Sehingga kebijaksanaan adalah sungai keadilan bukan diskriminasi, kesejahteraan dan bukan kemiskinan atau kebebasan dan bukan penindasan. Sehingga politik melahirkan demokrasi dan bukan democrazy. Sebab demokrasi bukan hadiah tetapi hasil kesabaran, ketekunan dan ketelatenan.

Oscar Romero berujar, kedamaian bukan produk teror dan ketakutan, bukan suasana tenang dengan banyak mayat di kuburan, bukan pula suasana sunyi oleh penindasan tak terperi. Kedamaian adalah jiwa murah hati. Kedamaian adalah ketenangan milik semua demi kebaikan, siapa saja terjamin martabat luhurnya. Setiap manusia adalah tempat kehadiran Allah memancarkan sinar ilahi. Inilah dampak dari politik yang diperankan manusia karena ia sendiri adalah makhluk politik. Sehingga bonum communae sebagai impian setiap orang yang menjadi warga ibu pertiwi ini.

Bagaimana setiap orang bisa menyadari hak dan kewajiban sebagai anak bangsa ? Maka media massa harus diberi peran untuk mengkomunikasikannya kepada masyarakat. Media massa hendaknya diberi kebebasan untuk menyampaikan segala informasi sehingga semua orang tahu apa dan bagaimana hak dan kewajibannya dalam pembangunan negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini