Minggu, 30 November 2014

Yang Wajib Dalam Hidup Adalah Bersyukur



Manusia selalu hidup dalam dua kenyataan. Maksudnya ada kenyataan bahagia dan ada kenyataan susah. Kalau ada yang bilang tidak; berarti dia bukan manusia. Entah bagaimana kita biasa ada di dunia ini, kita tidak tahu, tetapi mangalami bahagia dan susahnya hidup di dunia ini kita bisa pahami dengan baik. Ketika bahagia, batin kita penuh nyanyian syukur, terima kasih Tuhan Engkau mengadakan saya di dunia ini. Tetapi ketika mengalami susah, entah akibat siapa dan apa saja, air mata bisa membentuk anakan sungai dengan aliran kata-kata kekecewaan berikut: saya tidak pernah menuntut untuk dilahirkan. Apakah benar, pada awalnya manusia tidak menghendaki kelahirannya?

            Hidup semata-mata hanyalah sebuah anugerah. Angerah istimewa. Sebenarnya kita tak perlu menyesal telah mempunyainya. Karena anugareh, maka kita, sepatutnya hanya memiliki satu rasa yakni rasa syukur. Alamat semua nyanyian syukur kita hanya satu pula yakni Sang Pemberi dan Pemilik kehidupan itu sendiri.

Dengan mengatakan hal di atas, saya mau menandaskan bahwa rasa dan ungkapan syukur kita, pertama-pertama haruslah demi hidup yang kita jalani sekarang di dunia ini. Namun tak dapat dipungkiri bahwa aneka pengalaman yang secara silih berganti datang menghampiri kita sering membuat kita untuk memilah-milah, pengalaman mana yang harus disyukuri dan mana yang harus dikutuki. Tak sulit manusia menyatakan syukur atas peristiwa-peristiwa yang manis dan membuat hati senang, tetapi akan sangat sulit, hadir kata syukur bila peristiwa-peristiwa yang teralami itu pahit dan duka. Pengalaman hidup yang kita alami itu hanyalah bagai musim, tetapi hidup itu tetap. Kitab Ayub, 2:10b mencatat: jika kita menerima kemujuran dari tangan Tuhan, apa sebabnya kita mau menolak kemalangan?

Rasul Petrus dalam pewartaannya, selalu menekankan kepada jemaatnya untuk tak henti-hentinya bersyukur. Rasa syukur adalah sebuah tanda keberimanan. Terlebih lagi jika dalam situasi sesulit apapun orang tetap bersyukur kepada Allahnya. Bergembiralah sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berduka cita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu  ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu,(Ptr, 1:6-7a).

Bersyukur untuk orang kristiani tak bisa dipisahkan dari khazanah imannya. Orang yang memiliki iman seluruh pengalaman hidupnya, entah senang entah susah, terbingkai selalu dalam satu rangkaian nada syukur. Namun fenomen edan sekarang menggirng manusia ke suatu perlombaan ajang syukuran dengan motif lain yakni hanya demi prestise. Syukur yang sebenarnya adalah sebuah perasaan batiniah yang suci mulai diracuni dengan paham ekonomis. Kalau sudah begini syukur hanyalah milik mereka yang berpunya dan berkelebihan. Jika demikian, apakah gunanya kita bersyukur? Tidak cukup bila syukur kita hanya mencakup tatanan horizontal, hanya melayani kemanusiaan kita belaka tetapi alamat yang sebenarnya dituju justeru tak sampai.

Satu hal lagi, syukur kita akan sangat ekspresif jika kita mengalami hal yang besar dan prestisius. Tetapi hal-hal yang biasa, kecil dan sederhana akan terlewatkan begitu saja. Mensyukuri saja tidak apalagi mau memaknainya. Bersyukur menurut semboyan orang Cina adalah satu hal kecil tetapi jika kita tidak melaksanakannya itu adalah satu kebodohan besar.

Maka, yang wajib dalam hidup adalah bersyukur. Dengan bersyukur kita bersaudara. Dan karena itu, iman memang pada dasarnya bersifat personal tetapi akan lebih hidup di dalam comunio dengan orang lain. Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis. Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama; janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana. (Rm, 12:15-16)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini