Kamis, 27 April 2017

Melambai-lambai Nyiur di Pantai...

Pantai Lato, Flores Timur - NTT, foto oleh Simon Nany
Sumber: Facebook Simon Nany
Kemarin, kira-kira sore menjelang malam, saya lupa tepatnya pukul berapa, ada foto pantai yang muncul di dinding facebook saya. Setelah saya lihat, foto tersebut berasal dari halaman facebook Aurelius Relly Teluma, seorang teman saya.
“Surga itu di sini, Pantai Lato, Flores Timur, NTT. Tanah kelahiranku. Kampung halamanku tercinta! Datang dan nikmati! *Foto oleh Simon Nany. Thanks Bung! demikian tulis Aurelius.
Baiklah, dari keterangan Aurelius, Foto-foto itu dari Simon Nany. Saya menelusurinya lagi dan saya bisa menemukannya, foto-foto itu langsung di album foto Simon Nani. Pada foto-foto tersebut Simon Nany menulis singkat tetapi cukup lengkap:
“Pantai Lato, Flores Timur, NTT - (Opencam Asus) – Simon Nany”
Dengan demikian saya pastikan bahwa foto-foto itu benar dari Simon Nani, nama lokasinya Pantai Lato, Flores Timur, NTT, foto diambil menggunakan kamera Opencam Asus, kemudian diposting ke dinding facebook. Maka sambil menyampaikan terima kasih kepada saudara Aurelius dan Simon Nany, nostalgia ini mengalir.**

Pantai ini membangkitkan kenangan ke masa sekolah dasar, masa di mana sebelum memulai pelajaran selalu diawali dengan senam bersama dan menyanyikan sebuah lagu wajib nasional. Salah satu lagu favorit saya adalah Tanah Airku Indonesia. Memandang foto-foto ini lagi, lirik lagu berderet di kepala:
"Tanah airku Indonesia
negeri elok amat kucinta
tanah tumpah darahku yang mulia
yang kupuja spanjang masa.
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur..."

Pantai Lato, Flores Timur - NTT, foto oleh Simon Nany
Sumber: Facebook Simon Nany
Sampai sini saya merinding. Serius. Pikiran dan perasaan terjebak nostalgia. Lagu masih berlanjut, gambaran anak-anak berseragam putih merah dekil kusam berbaris apik di lapangan kecil depan sekolah terpampang jelas.

"Melambai-lambai nyiur di pantai..."

Nyiur di pantai. Nyiur di pantai!!! Mamamiaaaa...., di foto ini, nyiur melambai di tepi pantai tak sekedar lagu, bukan juga sebuah cerita narasi deskripsi dan blablabla... Ini nyata. Fakta.
Lalu saya teringat Kupang, kota yg pertama kali membuat saya jatuh cinta kepada laut dan pantai. Ada cerita lagi di sini. Saya diperkenalkan dengan laut oleh almarhum bapak. Di pantai Pasir Panjang, sekian tahun lalu, ketika masih ada banyak pohon kelapa di sana, bapak membawa saya ke pantai. Sebelum bapak menurunkan saya dari gendongannya, beliau mencedok air laut dengan telapak tangannya, lalu mengusapkannya ke kepala dan dada saya. Katanya, agar saya dan laut menjadi teman.
Benar. Sejak saat itu saya akrab dengan laut dan pantai. Bukan lagi berteman, saya benar-benar jatuh cinta pada laut dan pantai. Di manapun saya berada, laut selalu memanggil pulang.
Beberapa tahun setelah ritual pertemanan yg menumbuhkan cinta itu, ketika saya kembali menjejaki kota Kupang, yang pertama saya lakukan adalah mencari jalan menuju Pasir Panjang, tempat cinta pertama saya dan laut bersemi. Tak ada lagi pohon kelapa. Masih ada beberapa pohon lontar, dalam kelompok kecil tiga-empat pohon, dan beberapa berdiri sendiri memandang teluk di depannya.
Dan tahun lalu, ketika kembali mampir di kota Kupang, menyusuri jejak cinta pada laut di Pasir Panjang, nyiur melambai tinggal cerita. Pasir Panjang tak lagi panjang. Kelapa menjulang berganti hotel dan restoran. Satu dua pohon lontar berdiri gelisah menunggu saatnya tiba diganti pilar beton.

Saya dan laut masih saling mencintai
dalam gemuruh gelombang yg sama
Jika itu harus berkarat berurai
Saya dan laut akan mati bersama.

Kotaku maju beton membumi
Merajut harap merajut usia
Masih ada nyiur melambai

Tanah airku Indonesia.....

*********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini