Seingat
saya, dulu, sekolah-sekolah memasukkan budi pekerti sebagai salah satu mata
pelajaran Muatan Lokal (Mulok). Hal ini baik. Pelajaran budi pekerti mendapat
ruang untuk ditanamkan, disediakan satu sesi jam pelajaran agar guru, dengan
berpedoman pada buku pedoman yg disalurkan pemerintah dapat mengajarkan
nilai-nilai budi pekerti kepada anak didik. Hanya saja tak dipungkiri bahwa
ruang yg disediakan di sekolah-sekolah umumnya terbatas. Alhasil, pelajaran yg penting ini tak dapat maksimal ditanamkan.
Titik soalnya di sini. Pendidikan budi pekerti sejatinya
bermuara pada perilaku. Budi pekerti tidak berhenti pada pengetahuan saja. Hal
ini perlu ditegaskan berulang-ulang. Karena budi pekerti harus sampai pada
perilaku, yg arti lebih mengenanya adalah harus menjadi bagian dari jiwa
seseorang, menjadi bagian dari suatu kesatuan yg disebut kepribadian.
Budi pekerti bukan hanya sebatas ilmu yg sekedar dipelajari di
kelas melalui buku, bukan hanya dimengerti dan tahu lalu mendapat nilai ujian
saat akhir semester. Kenyataannya, seseorang yg menguasai ilmu budi pekerti
belum tentu bisa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
sekolah-sekolah, pelajaran budi pekerti harus disertai regulasi yg secara tegas
membingkai pembiasaan perilaku positif di sekolah.
Dari mana memulainya? Untuk menanamkan budi pekerti di sekolah perlu
dilakukan sedini mungkin. Penanaman dan pembiasaan ini dapat dilakukan sejak
anak memasuki usia pendidikan usia dini. Penanaman ini dilakukan dengan
menunjukkan perilaku berbudi pekerti seperti apa yang seharusnya dilakukan. Sederhananya
bisa dimulai dengan belajar menghormati dan menghargai orang lain, baik teman
maupun guru, bertutur kata secara sopan, membiasakan perilaku antri, terbiasa
mengucapkan salam, mengatakan terima kasih untuk setiap kebaikan yang diperoleh
dari orang lain, mau berbagi dengan tulus, berpakaian secara sopan dan masih
banyak hal kecil lain yang dapat ditanamkan.
Lebih lanjut, dukungan keluarga dan lingkungan ikut berperan
dalam penanaman budi pekerti. Ini bisa dilakukan dengan menciptakan suasana
positif dalam keluarga dan lingkungan, termasuk pula memberikan contoh praktis.
Hal lain yg tidak kalah penting sebagai wujud dukungan adalah memberi
apresiasi. Banyak kali kita banyak memuji secara berlebihan anak-anak yg
berprestasi secara akademik, tetapi kita lupa memberi perhatian kepada
anak-anak yg suka menolong. Kita memuji anak-anak yg menjadi juara kelas, tetapi
lupa memberi perhatian kepada anak yg punya kemampuan berempati tinggi.
Baiklah, ini hanya beberapa sentilan kecil. Melihat betapa
banyaknya pemberitaan, atau malah apa yg terjadi di depan kita tentang
anak-anak yg katanya ketiadaan budi pekerti baik, tidak perlu saling menuding
dan melempar tanggung jawab. Mari bersama membentuk kepribadian generasi
penerus menjadi lebih baik, yg menempatkan kemanusiaan di atas segala hal.
Kaliwaru, 21 05 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini