sumber: http://tsaraazizah.blog.upi.edu/ |
“Anak-anak sekarang tidak tahu membantu orang tua. Dulu,
meskipun belum bersekolah, tugas kami adalah membantu orang tua, entah menyapu,
atau mengambil air. Tak ada yang namanya bermain.”
“Anak-anak sekarang tidak mau membantu orang tua bekerja.
Bisanya bermain melulu.”
“Berhentilah bermain. Belajarlah menulis atau membaca.”
Kalimat-kalimat di
atas hanya sedikit dari sekian banyak sikap orang dewasa menanggapi kegiatan
bermain yang dilakukan anak-anak. Oke..., anggaplah itu pengantar untuk tulisan
berikut.
Bermain: Aktivitas Utama Anak
Dunia anak adalah
dunia bermain. Maka tak heran kalau aktivitas anak, tanpa kecuali, kapan dan di
mana saja, selalu berada dalam konteks bermain. Bermain merupakan sebuah proses
alamiah yang penting dalam proses pembentukan kepribadian anak, termasuk di dalamnya
segala potensi kognitif, afektif dan konatif yang dimiliki manusia secara
mendasar. Pentingnya bermain bagi anak dan perannya dalam pembentukan
kepribadian ini tak lepas dari kajian ilmiah. Dari sekian cabang ilmu yang
mempelajari aktivitas bermain, psikologi mungkin merupakan salah satu bidang
ilmu yang secara mendalam mempelajarinya. Hal ini wajar, karena psikologi
secara umum mempersoalkan aktivitas manusia, baik yang dapat diamati maupun
tidak. Aktivitas-aktivitas manusia (juga penghayatannya) dapat dicari hukum
psikologis yang mendasarinya, termasuk aktivitas bermain.
Menurut Piaget, bermain merupakan kegiatan yang merangsang perkembangan kognitif anak. Pendapat ini didasari pada apa dapat dilihat pada ragam permainan imajiner dan permainan kreatif yang dilakukan anak. Bermain merupakan cara anak mengeksplorasi diri dan lingkungan guna mendapat informasi baru yang penting bagi kehidupannya. Wong dan Foster mengemukakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan alamiah yang di lakukan oleh anak atas keinginan sendiri dalam rangka mengungkapkan konflik dirinya yang tidak disadari guna memperoleh kesenangan dan kepuasan.
Apa yang dikemukakan Piaget, Wong
dan Foster di atas tentu bukan menjadi rujukan definisi bermain satu-satunya.
Banyak ahli yang juga ikut merumuskan pengertian bermain menurut sudut
pandangnya masing-masing. Namun dari pengertian di atas cukup tampak sekali
pentingnya kegiatan bermain bagi anak-anak.
sumber: http://m.kaskus.co.id/ |
Bermain biasanya dilakukan anak
dengan menggabungkan imajinasi dan kenyataan yang dialaminya. Sebagai kegiatan
alamiah, bermain bahkan telah dimulai sejak masa lima bulan sesudah lahir (awal
tahap sensori-motorik). Hal ini diidentifikasi pada aktivitas menggenggam benda
(misalnya kain) dan lain-lain. Kegiatan bermain anak kemudian berkembang sesuai
tahap tumbuh-kembang selanjutnya, meliputi perkembangan persepsi, fungsi
semiotik (simbolik) dan operasi konkret penalaran.
Selain sebagai aktivitas pribadi,
kegiatan bermain juga berdimensi sosial.
Bahkan sejak usia 3 sampai 5 tahun permainan merupakan interaksi yang
sangat penting bagi anak-anak. Permainan meningkatkan afilisiasi dengan teman
sebaya, mengurangi tekanan atau strees, meningkatkan perkembangan kognitif,
menigkatkan daya jelajah, dan memberikan pengetahuan dasar tentang kehidupan.
Permainan juga dapat meningkatkan kemampuan anak dalam berbicara dan
berinteraksi dengan yang lain.
Secara motorik, aktivitas bermain mencakup
motorik halus dan motorik kasar. Contoh motorik halus seperti
menggaris/mencoret (pada tahap selanjutnya akan berkembang pada kemampuan
menulis dan menggambar), menyusun benda, menyobek kertas, membuka tutup botol
dll. Kemudian motorik kasar seperti meloncat, melompat, berlari dll. Secara
praktis aktivitas motorik merupakan hal yang akan dilakukan anak sepanjang
hidupnya sebagai manusia. Keseimbangan kemampuan motorik akan berpengaruh juga
pada perkembangan psikologis anak. Keseimbangan antara otak kiri dan kanan juga
ikut terbentuk melalui bermain.
Dalam bermain anak berinteraksi
dengan orang lain, mengembangkan kemampuan berbahasa, menumbuhkan sikap peduli,
jujur, menghargai, dan masih banyak karakter kepribadian lain yang penting bagi
kehidupan. Dalam bermain anak dibentuk untuk percaya diri, mempercayai orang
lain, berani mengambil keputusan, sampai pada kemampuan problem solving dan
bernegosiasi. Kajian tentang Leadership banyak menemukan bahwa jiwa
kepemimpinan seseorang dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik dalam sebuah
kegiatan bermain selama masa kanak-kanak.
Pentingnya kegiatan bermain berkaitan
dengan banyak hal. Bermain melibatkan keseluruhan sifat-sifat umum aktivitas
manusia, meliputi perhatian, respon (tanggapan), imajinasi dan fantasi, memori
dan ingatan, berpikir, merasakan, juga motivasi.sifat-sifat umum ini kemudian
secara mendalam biasanya merupakan bahasan psikologi pendidikan.
Bermain
Sambil Belajar
sumber: http://www.siperubahan.com/ |
Salah satu tugas utama anak-anak
adalah sebanyak mungkin memperoleh informasi, pengetahuan dan pengalaman
mendasar mengenai apa saja yang diperlukan untuk hidup pada periode
selanjutnya. Kata “tugas utama” digunakan bukan dalam pengertian sesuatu yang
diwajibkan dengan segala konsekuensi seketat pengertian yang diberikan kepada
orang dewasa. kata tersebut dipakai hanya untuk menggambarkan proses mutlak
yang dilalui anak dengan karakter mendasar yang selalu penuh rasa ingin tahu. Rasa
ingin tahu ini diekspresikan dengan sikap penasaran, banyak bertanya, selalu
mencoba hal baru dan lain-lain.
Dari pemaparan di atas, diketahui
bahwa aktivitas utama anak adalah bermain, dan tugas utama anak adalah belajar.
Hubungan antara aktivitas dan tugas yang melekat pada anak telah menjadi topik
pemerhati pendidikan anak, baik teorisi maupun praktisi. Sintesis dari kegiatan
bermain dan belajar ini kemudian melahirkan banyak sumbangan ide tentang pentingnya
pendidikan anak usia dini, anak dibantu untuk belajar dalam dan melalui
kegiatan bermain.
Konsep ini kemudian dikembangkan dan
diwujudkan dalam bentuk aneka kegiatan permainan edukatif. Bagi sebagian orang
untuk mewujudkan hal ini ada beberapa tantangan. Tantangan yang sering dihadapi
berkaitan dengan konsep bermain anak yang seharusnya berjalan secara alamiah. Namun
beberapa temuan menunjukkan bahwa belajar merupakan sebuah proses pengkondisian
(conditioning). Konsep pengkondisian ini sedikit mampu menjembatani bagaimana
menempatkan anak dalam sebuah situasi bermain alamiah khas anak yang
dikondisikan. Aneka permainan tradisional maupun modern dapat digunakan sebagai
media belajar anak. Permainan lama dapat diberi nuansa pendidikan (konsep by
utilization), demikian pula banyak permainan yang memang dirancang khusus untuk
edukasi (konsep by design).
sumber: http://play-with-traditional.blogspot.co.id/ |
Pemahaman tentang bermain dan
belajar menuntut perhatian dan kreativitas ekstra dari para orang tua, juga
para guru, khususnya guru bagi anak usia dini. Orang tua dapat menyediakan
beberapa perangkat permainan yang dirancang sedemikian rupa agar menarik bagi
anak, lalu membiarkan anak mengeksplorasi permainan-permainan tersebut. Atau yang
paling sederhana, memanfaatkan apa saja yang ada di rumah, misalnya, orang tua
mengajak anak bermain dengan melangkahi petak-petak ubin secara berurutan
(kalau ada), saling mengoper bola karet, menyusun tumpukan batu secara
berurutan berdasarkan ukuran dan masih banyak kegiatan bermain lain yang dapat
diberi muatan belajar untuk anak. Bagi para guru anak usia dini pun demikian. Yang
diperlukan hanyalah kreativitas untuk mengemas dan memberi muatan edukatif
dalam setiap permainan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini