Dalam banyak kelompok masyarakat dan budaya,
kebiasaan mengkonsumsi alkohol merupakan hal yang umum diterima. Penerimaan ini
dikarenakan minuman beralkohol dinilai secara positif, berkaitan dengan
nilai-nilai sosio-kultural yang melekat dan terus dihidupi dalam kebudayaan
tersebut. Katakanlah misalnya Mojito di Kuba, Sake di Jepang dan Cina, Pisco
Sour di Peru dan Chile. Di Indonesia sendiri terdapat banyak jenis minuman
beralkohol yang sangat akrab dalam budaya dan tradisi masyarakat lokal.
Beberapa tempat menyebutnya arak, tuak, tua, moke, sopi, dan masih banyak
sebutan untuk jenis minuman ini. Kadar alkohol dalam setiap jenis minuman ini
kadang mencapai angka di atas 50%.
Masyarakat Dawan di Timor menempatkan sopi sebagai
minuman bernuansa sosial. Meminum minuman beralkohol atau sopi dalam sebuah
pertemuan adat menyimbolkan keakraban dan kekeluargaan. Sebuah musyawarah
mufakat sering dikukuhkan dengan minum sopi bersama. Minum sopi bersama juga
menjadi simbol rekonsiliasi bagi dua pihak yang bertikai. Penyambutan terhadap
seorang yang dihormati sering berwujud suguhan sopi terbaik. Dan kriteria
terbaik dalam hal ini adalah sopi dengan kandungan alkohol di atas 50%, diukur
dengan kemampuan sopi tersebut menerima pancingan sulutan korek api dan
bernyala sesaat sebelum akhirnya menguap tak bersisa.
Beberapa waktu yang lalu, media massa memberitakan
kejadian kericuhan saat pesta wisuda yang menelan korban. Kejadian berawal dari
konsumsi minuman beralkohol atau disebut pesta miras (minuman keras) yang
dilakukan di dekat lokasi acara syukuran wisuda. Kejadian ini hanyalah salah
satu dari sekian kejadian yang (hampir) serupa. Dimulai dengan mengkonsumsi miras,
timbul ketegangan, kehilangan kontrol, lalu perkelahian perorangan maupun
kelompok terjadi sampai membawa korban. Minuman beralkohol juga sering menjadi
pemicu terjadinya tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dari gambaran ini, disimpulkan bahwa meskipun minuman
beralkohol memiliki tempat dan peran dalam masyarakat, minuman beralkohol juga merupakan
katalisator bagi perilaku
negatif seperti tindak kekerasan, termasuk pembunuhan, penyerangan dan berbagai tindakan agresif
lainnya. Selain tindakan agresif, alkohol juga memicu timbulnya perilaku kriminal
lain, seperti pencurian, pemerkosaan dan lain sebagainya.
Secara
kimia, alkohol (alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik
apapun yang memiliki gugus hidroksil
(-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen
dan/atau atom karbon lain. Pemanfaatan alkohol secara tidak tepat dapat
menimbulkan efek negatif, baik secara langsung maupun tidak langsung. Alkohol
merupakan salah satu
zat depresan atau penenang yang menyerang dan menumpulkan pusat-pusat
penting di dalam otak, sehingga penilaian dan proses-proses rasional lainnya
dalam diri seorang yang
mengkonsumsi alkohol menjadi terganggu. Terganggunya sistem kognitif dalam otak menurunkan
kualitas kontrol diri.
Alkohol memiliki efek jangka pendek dan panjang yang
bervariasi bagi manusia, mulai dari berkurangnya kemampuan menilai dan
koordinasi motorik dan konsekuensinya yang mengerikan, hingga kecanduan, yang
membuat kehidupan normal dan produktif tidak mungkin lagi dijalani dan sangat
sulit diatasi.
Alkohol dapat menyebabkan kondisi blackouts atau hilang kesadaran
dan hangover, suatu kondisi ringan withdrawal yang berupa sakit
kepala.
Kebiasaan minum kronis dalam waktu lama menimbulkan dampak biologis juga psikologis. Alkohol juga
zat berkalori tinggi yang berkontribusi langsung terhadap malnutrisi dengan
menghambat pencernaan makanan dan penyerapan vitamin. Adapun efek yang terjadi
di otak antara lain adalah meningkatnya stimulasi seksual. Selain itu, alkohol
dapat menyebabkan rusaknya fungsi darah putih memerangi penyakit sehingga
memberi peluang timbulnya kanker. Alkohol menghambat berbagai reseptor glutamate yang
dapat menimbulkan efek kognitif intoksikasi (keracunan) alkohol, seperti berbicara
dengan tidak jelas dan hilangnya memori.
DSM-IV
TR mengemukakan pengkonsumsian alkohol merupakan salah satu bentuk
penyalahgunaan zat karena potensi alkohol untuk mempengaruhi sistem saraf pusat
dan memberikan efek pada bagian kognitif serta menimbulkan perilaku
maladaptif. Lebih lanjut dikatakan bahwa
gangguan penyalahgunaan alkohol disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor
itu antara lain faktor biologis, faktor behavioral, juga faktor sosial.
Bercermin pada historisitas manusia, mungkin faktor sosial merupakan faktor
yang menyumbang peluang paling besar terhadap perilaku konsumsi alkohol.
Kembali pada apa yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa perilaku menkonsumsi
alkohol bertalian dengan apa yang diyakini sebagai budaya yang diterima secara
positif.
Jika
diuraikan secara sedikit lebih terperinci, perilaku konsumsi alkohol
dikategorikan dalam beberapa variabel. Pertama,
variabel sosiokultural.
Pengaruh teman sebaya, orang tua, media dan jenis perilaku yang dianggap
pantas dalam suatu budaya tertentu, lingkungan sosial, dapat mempengaruhi
ketertarikan dan akses seseorang pada obat-obatan.Individu memiliki
kecenderungan menyalahgunakan zat pada kenyataannya memilih jaringan sosial
yang sesuai dengan pola minum atau penggunaan obat mereka. Individu pun
seringkali lebih memilih jaringan sosial yang memiliki pola minum yang sama
dengan mereka. Jaringan sosial seseorang memprediksi kebiasaan minum individual,
namun kebiasaan minum individual juga memprediksi kebiasaan minum jaringan
sosial.
Kedua, variabel
biologis. Secara
biologis, metabolisme sel orang yang tergantung pada alkohol telah beradaptasi
dengan kehadiran alkohol. Data
mengindikasikan bahwa permasalahan minum pada manusia dapat diturunkan secara genetis. Kemampuan untuk menoleransi alkohol dapat merupakan suatu diathesis bagi
penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol.
Ketiga, variabel
psikologis. Berbagai
temuan mengindikasikan bahwa alkohol dapat menghasilkan efek mengurangi
ketegangan dengan mengubah kognisi dan persepsi. Alkohol melemahkan proses
kognitif
dan menyempitkan perhatian. Variabel psikologis yang sangat
berkaitan dengan pola budaya masyarakat adalah pandangan behavioral yang memandang
ketergantungan alkohol sama dengan kebiasaan kuat yang terus bertahan oleh
berbagai hal yang terdahulu dan memperkuat akibatnya.
Berhadapan
dengan perilaku konsumsi alkohol yang berdampak memprihatinkan ini, diperlukan
suatu penanganan yang benar-benar mumpuni. Pendidikan tentang alkohol dan
aturan yang jelas tentang penggunaan alkohol penting untuk digalakkan guna
meminimalisir dampak negatifnya. Pendidikan yang dimaksud adalah penanaman
pemahaman dan nilai sejak dini dari dalam keluarga tentang dampak yang bisa
timbul karena konsumsi alkohol yang berlebihan. Edukasi alkohol harus faktual
dan sesuai kenyataan. Alkohol hidup dalam tradisi dan budaya, namun tradisi dan
budaya tidak serta merta menjadi alasan untuk mengkonsumsi alkohol secara
bebas. Sebaliknya perlu disadari bahwa dalam tradisi pun konsumsi alkohol
memiliki kriteria dan batasan. Katakanlah minum minuman beralkohol mempunyai tempat,
waktu dan tujuan. Harus dipikirkan kapan perlu minum minuman beralkohol,
dimana, juga apa tujuannya. Perlu dipahami secara benar bahwa minum minuman
beralkohol merupakan aktivitas social drinking yang bukan bertujuan untuk
mabuk.
Peran
pemerintah juga sangat diperlukan dalam penanganan perilaku konsumsi alkohol
secara berlebihan ini. Dan ini tak mungkin sekali jalan lalu sekali jadi. Diperlukan
usaha yang digalakkan terus-menerus dalam kurun waktu yang tak tentu. Sebab mengubah
secara nyata sebuah pola yang telah dihidupi masyarakat tidak semudah
membicarakannya. Diperlukan aturan yang jelas, tegas dan ketat dari pihak
pemerintah. Mulai dari regulasi atas usaha produksi, pendistribusian sampai
pada konsumsi minuman beralkohol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini