Rabu, 16 November 2016

Alkohol dan Agresi

Dalam banyak kelompok masyarakat dan budaya, kebiasaan mengkonsumsi alkohol merupakan hal yang umum diterima. Penerimaan ini dikarenakan minuman beralkohol dinilai secara positif, berkaitan dengan nilai-nilai sosio-kultural yang melekat dan terus dihidupi dalam kebudayaan tersebut. Katakanlah misalnya Mojito di Kuba, Sake di Jepang dan Cina, Pisco Sour di Peru dan Chile. Di Indonesia sendiri terdapat banyak jenis minuman beralkohol yang sangat akrab dalam budaya dan tradisi masyarakat lokal. Beberapa tempat menyebutnya arak, tuak, tua, moke, sopi, dan masih banyak sebutan untuk jenis minuman ini. Kadar alkohol dalam setiap jenis minuman ini kadang mencapai angka di atas 50%.
Masyarakat Dawan di Timor menempatkan sopi sebagai minuman bernuansa sosial. Meminum minuman beralkohol atau sopi dalam sebuah pertemuan adat menyimbolkan keakraban dan kekeluargaan. Sebuah musyawarah mufakat sering dikukuhkan dengan minum sopi bersama. Minum sopi bersama juga menjadi simbol rekonsiliasi bagi dua pihak yang bertikai. Penyambutan terhadap seorang yang dihormati sering berwujud suguhan sopi terbaik. Dan kriteria terbaik dalam hal ini adalah sopi dengan kandungan alkohol di atas 50%, diukur dengan kemampuan sopi tersebut menerima pancingan sulutan korek api dan bernyala sesaat sebelum akhirnya menguap tak bersisa.
Beberapa waktu yang lalu, media massa memberitakan kejadian kericuhan saat pesta wisuda yang menelan korban. Kejadian berawal dari konsumsi minuman beralkohol atau disebut pesta miras (minuman keras) yang dilakukan di dekat lokasi acara syukuran wisuda. Kejadian ini hanyalah salah satu dari sekian kejadian yang (hampir) serupa. Dimulai dengan mengkonsumsi miras, timbul ketegangan, kehilangan kontrol, lalu perkelahian perorangan maupun kelompok terjadi sampai membawa korban. Minuman beralkohol juga sering menjadi pemicu terjadinya tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dari gambaran ini, disimpulkan bahwa meskipun minuman beralkohol memiliki tempat dan peran dalam masyarakat, minuman beralkohol juga merupakan katalisator bagi perilaku negatif seperti tindak kekerasan, termasuk pembunuhan, penyerangan dan berbagai tindakan agresif lainnya. Selain tindakan agresif, alkohol juga memicu timbulnya perilaku kriminal lain, seperti pencurian, pemerkosaan dan lain sebagainya.
Secara kimia, alkohol (alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apapun  yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Pemanfaatan alkohol secara tidak tepat dapat menimbulkan efek negatif, baik secara langsung maupun tidak langsung. Alkohol merupakan salah satu zat depresan atau penenang yang menyerang dan menumpulkan pusat-pusat penting di dalam otak, sehingga penilaian dan proses-proses rasional lainnya dalam diri seorang yang mengkonsumsi alkohol menjadi terganggu. Terganggunya sistem kognitif dalam otak menurunkan kualitas kontrol diri.
Alkohol memiliki efek jangka pendek dan panjang yang bervariasi bagi manusia, mulai dari berkurangnya kemampuan menilai dan koordinasi motorik dan konsekuensinya yang mengerikan, hingga kecanduan, yang membuat kehidupan normal dan produktif tidak mungkin lagi dijalani dan sangat sulit diatasi. Alkohol dapat menyebabkan kondisi blackouts atau hilang kesadaran dan hangover, suatu kondisi ringan withdrawal yang berupa sakit kepala. Kebiasaan minum kronis dalam waktu lama menimbulkan dampak biologis juga psikologis. Alkohol juga zat berkalori tinggi yang berkontribusi langsung terhadap malnutrisi dengan menghambat pencernaan makanan dan penyerapan vitamin. Adapun efek yang terjadi di otak antara lain adalah meningkatnya stimulasi seksual. Selain itu, alkohol dapat menyebabkan rusaknya fungsi darah putih memerangi penyakit sehingga memberi peluang timbulnya kanker. Alkohol menghambat berbagai reseptor glutamate yang dapat menimbulkan efek kognitif intoksikasi (keracunan) alkohol, seperti berbicara dengan tidak jelas dan hilangnya memori.
DSM-IV TR mengemukakan pengkonsumsian alkohol merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan zat karena potensi alkohol untuk mempengaruhi sistem saraf pusat dan memberikan efek pada bagian kognitif serta menimbulkan perilaku maladaptif.  Lebih lanjut dikatakan bahwa gangguan penyalahgunaan alkohol disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa faktor itu antara lain faktor biologis, faktor behavioral, juga faktor sosial. Bercermin pada historisitas manusia, mungkin faktor sosial merupakan faktor yang menyumbang peluang paling besar terhadap perilaku konsumsi alkohol. Kembali pada apa yang sudah disinggung sebelumnya, bahwa perilaku menkonsumsi alkohol bertalian dengan apa yang diyakini sebagai budaya yang diterima secara positif.
Jika diuraikan secara sedikit lebih terperinci, perilaku konsumsi alkohol dikategorikan dalam beberapa variabel. Pertama, variabel sosiokultural. Pengaruh teman sebaya, orang tua, media dan jenis perilaku yang dianggap pantas dalam suatu budaya tertentu, lingkungan sosial, dapat mempengaruhi ketertarikan dan akses seseorang pada obat-obatan.Individu memiliki kecenderungan menyalahgunakan zat pada kenyataannya memilih jaringan sosial yang sesuai dengan pola minum atau penggunaan obat mereka. Individu pun seringkali lebih memilih jaringan sosial yang memiliki pola minum yang sama dengan mereka. Jaringan sosial seseorang memprediksi kebiasaan minum individual, namun kebiasaan minum individual juga memprediksi kebiasaan minum jaringan sosial.
Kedua, variabel biologis. Secara biologis, metabolisme sel orang yang tergantung pada alkohol telah beradaptasi dengan kehadiran alkohol. Data mengindikasikan bahwa permasalahan minum pada manusia dapat diturunkan secara genetis. Kemampuan untuk menoleransi alkohol dapat merupakan suatu diathesis bagi penyalahgunaan atau ketergantungan alkohol. 
Ketiga, variabel psikologis. Berbagai temuan mengindikasikan bahwa alkohol dapat menghasilkan efek mengurangi ketegangan dengan mengubah kognisi dan persepsi. Alkohol melemahkan proses kognitif  dan menyempitkan perhatian. Variabel psikologis yang sangat berkaitan dengan pola budaya masyarakat adalah pandangan behavioral yang memandang ketergantungan alkohol sama dengan kebiasaan kuat yang terus bertahan oleh berbagai hal yang terdahulu dan memperkuat akibatnya.
Berhadapan dengan perilaku konsumsi alkohol yang berdampak memprihatinkan ini, diperlukan suatu penanganan yang benar-benar mumpuni. Pendidikan tentang alkohol dan aturan yang jelas tentang penggunaan alkohol penting untuk digalakkan guna meminimalisir dampak negatifnya. Pendidikan yang dimaksud adalah penanaman pemahaman dan nilai sejak dini dari dalam keluarga tentang dampak yang bisa timbul karena konsumsi alkohol yang berlebihan. Edukasi alkohol harus faktual dan sesuai kenyataan. Alkohol hidup dalam tradisi dan budaya, namun tradisi dan budaya tidak serta merta menjadi alasan untuk mengkonsumsi alkohol secara bebas. Sebaliknya perlu disadari bahwa dalam tradisi pun konsumsi alkohol memiliki kriteria dan batasan. Katakanlah minum minuman beralkohol mempunyai tempat, waktu dan tujuan. Harus dipikirkan kapan perlu minum minuman beralkohol, dimana, juga apa tujuannya. Perlu dipahami secara benar bahwa minum minuman beralkohol merupakan aktivitas social drinking yang bukan bertujuan untuk mabuk.

Peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam penanganan perilaku konsumsi alkohol secara berlebihan ini. Dan ini tak mungkin sekali jalan lalu sekali jadi. Diperlukan usaha yang digalakkan terus-menerus dalam kurun waktu yang tak tentu. Sebab mengubah secara nyata sebuah pola yang telah dihidupi masyarakat tidak semudah membicarakannya. Diperlukan aturan yang jelas, tegas dan ketat dari pihak pemerintah. Mulai dari regulasi atas usaha produksi, pendistribusian sampai pada konsumsi minuman beralkohol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini