Minggu, 04 Februari 2018

Menjual Kemiskinan Dalam Acara Televisi

Bertolak dari acara televisi.
          Nongkrong di warung burjo dekat kos, selain untuk mengisi amunisi fisik berwujud aneka macam makanan khas burjo, juga menjadi cara mendapat informasi aktual – tak jarang informasi lama yang diupgrade menjadi aktual lagi - yang tengah dibahas media massa. Minimal koran lokal yang selalu ada setiap hari, juga aneka berita sampai gosip yang setia mengisi jadwal tayang di TV.
          Tentang media yang terakhir ini, beberapa kali, entah karena berjodoh atau apa, selalu bertepatan dengan beberapa mata acara yang agak lucu-lucu menjijikkan. Ada sinetron yang ceritanya kurang lebih intinya sama sepanjang dunia persinetronan menjadi suguhan menarik di televisi. Ceritanya dikemas berbeda, tetapi intinya selalu yang berpenampilan religius selalu menjadi pemenang. Belum lagi kalau ditambah bumbu yang religius itu hidup pas-pasan, menjadi korban KDRT, tertindas secara sosial dan seterusnya. Yang lebih menggelikan adalah acara reality show atau sejenisnya. Saya sebutkan dua saja dari sekian jumlah acara itu.
          Pertama, namanya Mikro*** Pelunas Utang. Acara ini merupakan program sebuah stasiun televisi swasta. Katakanlah namanya TV-A. Dalam acara ini, pesertanya – yang meskipun tidak disebutkan tetapi secara spontan dapat diketahui kalau mereka harus berkriteria miskin dan (wajib) berhutang – berusaha mendapatkan simpati dan empati dari tim penilai. Mereka yang dinyatakan memenuhi kriteria yang ditentukan akan mendapat hadiah. Sebagaimana namanya Pelunas Utang, hadiahnya adalah seluruh utang peserta yang menang akan dibayar oleh juri, penyelenggara, dan tentu saja sponsor.
          Kedua, sebuah acara lain yang tayang di stasiun televisi berbeda. Sebut saja TV-B. Nama mata acaranya adalah Uang Terkejut. Acara ini adalah reality show yang menghadirkan Tuan Uang sebagai tokoh murah hati yang berkeliling mencari sasaran untuk bagi-bagi uang. Dengan gaya yang disetting agar memunculkan kesan sebagai orang kaya yang dermawan, Tuan Uang mendatangi sasaran, memberikan sejumlah uang dan si sasaran harus membelanjakan uang tersebut dalam tenggat waktu tertentu. Dengan didampingi penjaga waktu, si sasaran harus membelanjakan uang tersebut.

Eksploitasi Kemiskinan.
          Sadar atau tidak, beberapa acara televisia kita telah menjadikan realitas kemiskinan sebagai komoditas. Acara yang dikonsepkan sebagai cara membantu orang miskin ini cenderung tendensius. Apa yang menarik dari acara semacam ini? Tak ada yang lebih dari selain menjual kemiskinan orang lain. Dengan banyak settingan, kemiskinan diangkat ke panggung, menjadi tayangan yang mengundang empati. Namun tak hanya di situ, tayangan seperti ini juga menjadi hiburan bagi pemirsa, sekaligus menjadi sumber pendapatan bagi stasiun televisi tertentu. Tayangan realitas dengan sajian utama kehidupan masyarakat kelas bawah menjadi sumber pendapatan.
          Yang patut disayangkan, masyarakat kita yang kebanyakan awam soal industri televisi menerima ini dengan gembira. Banyak yang menaruh simpati lalu menganggap stasiun televisi bersangkutan telah memberi andil dalam mengentas kemiskinan, bahwa mereka adalah kelompok dermawan yang sangat peduli dengan orang-orang dari kelompok ekonomi lemah di negara ini. Belum lagi kalau tayangan tersebut ditambahi bumbu sedekah atas nama ajaran agama. Masyarakat kita yang sangat agamis ini langsung lumer. Masyarakat kita lupa bahwa di balik tayangan yang itu, justru yang paling diuntungkan adalah pihak stasiun televisi penyiar sendiri.
          Tayangan-tayangan reality show yang mengeksploitasi kemiskinan menduduki kategori tinggi dalam hal mendapat rating tayangan. Dengan rating yang tinggi, nominal pendapatan yang diperoleh dari iklan sekali tayang, yang tak sampai satu menit saja, dihargai kurang-lebih limapuluh juta rupiah. Bayangkan berapa banyak dan berapa kali iklan ditayangkan dalam satu episode reality show semacam ini. Artinya dengan iklan yang sekali tayang saja, keuntungan yang diperoleh sudah dua, bahkan tiga sampai empat kali lipat nominal yang diberikan kepada orang-orang yang dikategorikan tidak mampu secara ekonomi dalam acara tersebut.
          Coba kita hitung secara kasar. Misalnya dana yang disediakan sebagai jatah menolong orang miskin pada satu episode adalah 10 juta rupiah. Satu produk barang/jasa diiklankan pada saat itu dengan durasi sekali tayang 30 detik dihargai 50 juta rupiah. Dalam satu episode acara, iklan ditayangkan sebanyak 5 kali, maka diperoleh 250 juta rupiah. Misalnya lagi, dalam satu episode itu terdapat 5 produk barang/jasa yang diiklankan. Dengan perhitungan yang sama, maka keuntungan yang didapat pihak penyelenggara acara adalah 1,250 M. Bayangkan, apa arti 10 juta untuk nominal yang lebih dari 1M?
          Dalam industri, termasuk industri siaran televisi, tak ada tempat murni untuk menolong. Yang ada hanyalah memanfaatkan segala cara untuk mendapatkan untung sebanyak mungkin. Eh, omong-omong, kemiskinan juga menjadi tema yang enak dijual setiap musim pilkada tiba. Oke, nantikan tulisan selanjutnya tentang itu.

1 komentar:

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    BalasHapus

Segala kritik dan saran silahkan diposkan di sini