Perhentian Berikut: Watu Goyang
Cerita ini
masih sambungan dari cerita di atas. Keluar dari sawah Sukorame, saya dan mbak
pacar menyusuri jalan pulang. Ingin langsung pulang, tetapi tanggung, sudah
sampai di lokasi yang menyediakan banyak obyek wisata. Tetapi mau ke mana?
Kebun Buah? Hutan Pinus? Seribu Batu dan Rumah Hobbit? Watu Lawang? Air Terjun?
Nah, di sini persamaan saya dan mbak pacar. Kami sama-sama kurang tertarik
dengan obyek wisata yang sudah terkenal dan kebanjiran wisatawan. Kami lebih tertarik
dengan obyek wisata yang baru dikembangkan. Masih bisa kita dapat hawa aslinya.
Karena belum
memutuskan mau ke mana, patokannya hanya pada niat awal bahwa intinya
jalan-jalan, kami mencari tempat istirahat dan membuka bekal yang kami bawa. Di
pinggiran hutan pinus kami duduk dan makan. Selesai makan, belum juga ada
kesepakatan ke mana kami akan pergi. Akhirnya kami memutuskan pulang. Bila sepanjang
jalan pulang ada obyek yang menarik maka akan kami singgahi.
Menuruni bukit,
kami baru ingat, ada sebuah tempat yang menarik. Kami lewati ketika datang
tadi. Kelihatan masih baru. Setahun lalu kami lewat sini belum kelihatan. Kami akan
mampir ke sana. Watu Goyang. Demikian nama lokasi wisata ini. Dari arah bukit pinus,
terletak di sebelah kanan jalan.
Memasuki pintu
Watu Goyang yang menanjak kami langsung disuguhi pemandangan bagus. Aneka bunga
warna-warni bermekaran. Tanaman bunga yang ditata sedemikian ruma membuat bukit
kecil ini sedap dipandang. Begitu menariknya, kami menghabiskan waktu hampir sejam
di pelataran parkir, hanya untuk memandangi bukit yang indah ini. Puas memandangi
bunga, kami melangkah masuk dengan terlebih dahulu membawar karcis masuk. Murah
dan ramah, hanya Rp.2.000/orang.
Dari loket
ke puncak bukit, jalannya ditata bertangga. Sepanjang sisi anak tangga ada
tanaman maskisa yang tengah berbuah. Di sebelahnya hamparan tanaman bunga yang
kami lihat dari pelataran parkir tadi. Crek..crek..crek.. Gambar terekam. Obyeknya
bunga dan mbak pacar. Cieeeee....
Seperti biasa,
setiap berkunjung ke sebuah obyek wisata kami selalu penasaran dengan riwayat
dan juga pengelolaannya. Untuk itu kami mampir ke salah satu lapak jajan di
situ. Disambut bapak-ibu pemilik warung yang ramah, kami memesan kelapa muda. Di
sini namanya degan. Sebuah berdua. Bukan mau romantis, tetapi kelapanya memang
jumbo. Daripada tak habis nanti.
Seperti beberapa
obyek wisata lainnya, Watu Goyang juga merupakan inisiatif warga untuk
mengembangkan potensi alam di desa ini. Dengan sedikit kreativitas, bukit yang
dulunya tidur dibangunkan, didandani sedemikian rupa sehingga menarik. Dandanannya
aneka bunga berbagai jenis dan berwarna-warni. Banyak bunga yang tidak saya
ketahui namanya. Hanya dua yang saya tahu, bunga matahari dan jengger ayam. Hahahah....
Lanjut,
setelah menikmati kelapa muda dan cerita singkat dengan pemilik warung, kami
menuju puncak. Luar biasa. Puncak bukit langsung menyajikan panorama memukau,
dengan kota Jogja di kejauhan. Saya hanya bisa terpesona dan kagum. Sebagai anak
desa, pemandangan bukit bukan hal baru. keterpesonaan dan kekaguman saya pada ide
dan inisiatif warga setempat menyulap tempat ini. Beberapa lokasi disediakan
spot foto yang bagus. Luar biasa.
O iya. Tentang
nama Watu Goyang, diambil dari keunikan yang dapat ditemukan di puncak bukit: sebongkab
batu besar seakan diletakkan begitu saja di atas batu yang lain. Tersimpan sedemikian
ruma sehingga batu itu dapat digoyangkan. Tentu dengan sedikit mengerahkan
tenaga.
Watu Goyang |
Pulang ke
Jogja, saya berpikir perjalanan ini bukan tentang piknik. Perjalanan kali ini
lebih tentang belajar dari warga bagaimana mengelola setiap potensi daerah yang
kita miliki. Salut buat warga.
Jombor,
3 Januari 2018