Kita: anda
dan saya pernah tau bahwa dalam ritual makan yang agak berkelas – preeet - ada satu jenis hidangan penutup
yang disebut pencuci mulut. Lazimnya jenis hidangan ini adalah aneka buah yang
matang ranum mengkal menggoda selera. Menyebut aneka buah di sini tak melulu
bermakna sebuah nampan berisi jamak. Dalam kasus umum, satu jenis buah sudah
cukup. Misalnya pada pesta permansian kita akan bertemu pisang. Pada pesta
sambut baru kita akan bertemu semangka. Pada pesta nikah kita akan bertemu apel
(jarang sih...). Pada pesta wisuda kita akan bertemu macam-macam buah yang
bersatu dalam satu nama: rujak. Di lain kesempatan kita akan bertemu jambu. Syukurlah,
belum ada yang menjadikan bawang sebagai pencuci mulut. Bawang bukan buah.
Di atas kita
melihat hal pencuci mulut. Pengalaman bertemu dengan banyak orang, yang salah
satu efeknya adalah mengetahui perilaku makan-memakan mereka membuat saya
sampai pada sebuah kesimpulan. Karena ada makanan pencuci mulut, harusnya ada
jenis makanan yang disebut pengotor mulut. Eh,
bukannya semua jenis makanan pada akhirnya mengotori mulut, menyebabkan sisa-sisa
sampah pada rongga mulut, membusuk dan bau, menjadi sarang bakteri bila tak
dibersihkan?
Bagi teens jaman now, jajan di lapak kuliner semacam
menjadi trend. Hadirnya aneka makanan unik hasil kreasi sendiri sampai jenis
yang diimpor dari luar dicampursarikan dengan resep lokal menambah tingginya trend
ini. Mulai dari yang termasuk makanan berat sampai kelas super
ringan-terbang-melayang. Memangnya ada jenis yang terakhir ini? Ada.
Bagi saya, seorang
anak desa yang menjadi salah satu manusia urban di kota, yang sejatinya makan
diperkenalkan sejak kecil sebagai kegiatan wajib tiga kali sehari,
pagi-siang-malam, makan di luar aturan standar itu terbilang aneh. Maka kadang
kalau diajak makan di tempat makan, di luar jam makan, dan makanannya aneh,
bukan nasi-sayur-lauk, bawaannya bikin emosi.
Pernah ada
kejadian begini. Saya diajak untuk mencoba sejenis makanan yang tengah
digandrungi orang-orang. Menu utama di tempat itu sekaligus menjadi nama lapak
kuliner tersebut. Karena diajak, saya ikut saja. Tiba di tempat tersebut saya
penasaran. Banyak orang. Antrian panjang. Saya lantas bertanya, makanan macam
apa sih ini, yang membuat orang rela dan sabar? Semakin panjang antrian semakin
tinggi tingkat kesabaran diperlukan. Atau mungkin ini salah satu ajang latihan
kesabaran jaman now. Warbyasa.....
Kami ikut
antri. Antrian menunggu pesanan. Lima menit. Sepuluh menit, limabelas menit. Duapuluh
menit. Saya sabar. Empatpuluh-lima menit. Saya masih sabar. Sejam, saya masih
sabar. Sejam limabelas menit. Mulai jengkel. Satu-setengah jam. Satu jam
empatpuluh-lima menit. Hidangan datang. Dan WOW. Kami menunggu begitu lama
hanya untuk mendapatkan sepotong roti berisi irisan daging kecil, kebanyakan
irisan bawang dan bumbu aneh. Aromanya aneh. Rasanya aneh.
Setelah menunggu
nyaris dua jam, pesanan datang, tanpa sungkan saya pamit pulang dengan jengkel
dan penuh penyesalan. Saya tidak suka. Makanan macam apa ini? Tak lebih dari
sampah pengotor mulut. Membayangkan lagi harganya yang terbilang mahal, saya
makin jengkel. Ingin rasanya membakarhanguskan makanan itu, sekalian piringnya,
sekalian mejanya, sekalian lapaknya.
Pulang ke
kos, terbersit ide untuk memberi usulan ke pemilik lapak makanan tersebut. Siapa
tau mereka mau mengubah iklannya. “Menu
utama: Latihan Kesabaran. Makin sabar makin nikmat.”
Jombor, 2 Januari 2018
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny