Tanggal 23 Mei diperingati sebagai Hari Penyu Sedunia. Tentu ada alasan mendasar mengapa dunia perlu mencanangkan hari ini. Perlu diketahui, penyu merupakan satu-satunya spesies purba yang masuh bertahan sampai saat ini. Menurut penelitian, jenis satwa ini sudah ada sejak zaman dinosaurus, kira-kira 145-250 juta tahun yang lalu. Sampai saat ini, terdapat tujuh jenis penyu yang masih bertahan dan hidup tersebar di dunia, khususnya kawasan beriklim sub-tropis. Indonesia termasuk kawasan yang beruntung. Terdapat enam dari tujuh jenis penyu yang masih ada itu ditemukan di perairan Indonesia.
Masalahnya, populasi penyu makin menurun, bahkan beberapa
tahun belakangan ini semakin berkurang drastis. Ada banyak hal yang menjadi
faktor penyebab penurunan populasi penyu ini. Dari sekian faktor yang
memengaruhi, satu yang tak terbantahkan adalah dampak pemanasan global (global
warming) dan perilaku manusia. Faktor pemanasan global memberi perubahan secara
signifikan terhadap perubahan temperatur
udara dan air laut. Temperatur merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap siklus hidup penyu. Faktor lain yang menjadi ancaman serius adalah
manusia sendiri.
Ribuan ekor penyu sering terperangkap jaring atau mata
pancing nelayan setiap tahunnya. Ini hanya gambaran umum tentang penangkapan
penyu yang tak disengaja. Kika penangkapan yang disengaja dicatat juga, tak
terhitung jumlah penyu yang telah menjadi korban keserakahan manusia setiap
tahunnya. Perburuan terhadap penyu, termasuk telur penyu, menjadi penyebab
utama makin berkurangnya jumlah populasi satwa ini. Ini menjadi ancaman serius,
mengingat penyu mempunyai pertumbuhan rata-rata yang sangat lambat dibanding
jenis makluk hidup lain. Atas dasar ini International Union for Conservation of
Nature (IUCN) menyatakan bahwa penyu termasuk dalam Red List of Threatened
Species (daftar merah spesies yang terancam).
Semua jenis penyu telah masuk dalam daftar hewan yang
dilindungi secara global maupun secara nasional. Secara internasional
perlindungan terhadap pengu diatur dalam Convention on International Trade of
Endangered Species of Flora and Fauna), dimana penyu tercatat dalam Apendix I
CITES. Ini berarti bahwa secara internasional perdagangan penyu dalam bentuk
apapun adalah dilarang. Indonesia telah meratifikasi konvensi CITES ini sejak
tahun 1978. Payung hukum terhadap penyu terus dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia sejak saat itu, lengkap dengan larangan dan sanksi pidana terhadap
segala kegiatan perburuan dan komersialisasi satwa ini.

Apa yang dapat kita lakukan? Mengingat manfaat penyu yang
penting dalam ekosistem, kemudian berlandaskan regulasi baik internasional
maupun nasional yang telah dicanangkan, perburuan penyu harus segera
dihentikan. Kunci utama adalah kesadaran setiap orang untuk tidak secara rakus-serakah
menjadikan penyu sebagai pemuas nafsu manusiawi. Setiap orang harus sadar untuk
tidak lagi memburu, mengedarkan dan menjadi konsumen penyu dalam bentuk apapun:
piaraan pribadi, bahan makanan, perhiasan, cinderamata dan lain-lain.

Sekedar sharing pengalaman. Beberapa tahun belakangan trend perhiasan, entah cincin, gelang, anting, kalung dari cangkang penyu tengah naik daun di NTT. Mulai pegawai pemerintahan maupun swasta, akademisi sampai ibu rumah tangga, berlomba-lomba menjadikan trend ini sebagai lahan bisnis yg menggiurkan. Trend ini cenderung meningkat seiring makin mahalnya jenis perhiasan yg diperoleh dari satu-satunya spesies purba yg masih bertahan ini. Tanpa disadari, nafsu kita yg menggebu-gebu ini telah menyebabkan perburuan dan pembantaian membabi buta atas penyu. Serius.
Selamat Hari Penyu.