Sebuah
berita di halaman pertama Kedaulatan Rakyat (KR), Sabtu 3 Juni 2017 cukup
menarik perhatian. Diberitakan seorang pelajar SMP di Klaten mengakhiri
hidupnya sendiri setelah mendengar hasil ujian, yang mana pelajar tersebut
dinyatakan tidak lulus. Kemungkinan merasa khawatir dan takut dimarahi orang
tuanya karena nilai ujiannya kurang bagus dan tidak sesuai harapan ibunya,
demikian dugaan sementara yang muncul dalam pemberitaan di KR tersebut. Kejadian bunuh diri remaja
seakan bukan hal yang baru. Belum lama ini, seorang siswi SMK di Sumatera Utara
pun akhirnya meninggal dunia setelah dirawat di rumah sakit pasca-percobaan
bunuh diri dengan menenggak racun tanaman (tirto.id, 11 April 2017).
Fenomena
tindakan bunuh diri remaja bukan hal yang baru. Dalam banyak pemberitaan tak
jarang kita menemukan hal serupa. Karena alasan tertentu, beberapa remaja usia
SMP-SMA nekat mengakhiri hidup sendiri dengan cara yang tidak wajar. Mengutip beritasatu.com (Rabu, 8 Juni 2016) hasil survei yang dilakukan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan
menunjukkan 650 siswa SMP dan SMA di Indonesia punya keinginan bunuh diri.
Survei yang dilakukan pada 2015 ini melibatkan 10.300 siswa dari seluruh
provinsi di Indonesia sebagai sampel.
Untuk
menggali lebih jauh problem ini, ada baiknya dipahami lebih dahulu apa itu
remaja. Masa remaja merupakan satu periode kronologi kehidupan yang akan dan
pasti dilalui semua manusia. Masa remaja adalah masa transisi dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan pada aspek
fisik, psikis dan psikososial. Oleh Stanley Hall, masa ini disebut masa storm and stress. Remaja mengalami
tekanan-tekanan akibat persinggungan antara nilai-nilai yang riil dan ideal
yang dimilikinya. Ketidaksiapan serta ketidakmampuan remaja menghadapi
kenyataan yang dialaminya tak jarang membuat remaja terjebak dalam perilaku
delinkuensi, bahkan pada tingkatan yang lebih tinggi bisa menyebabkan remaja
melakukan tindakan ekstrim: bunuh diri.
Tindakan
bunuh diri yang dilakukan remaja merupakan hal yang patut diberi perhatian
serius. Untuk kategori remaja sendiri, secara global trend negatif ini
menunjukkan angka yang mengejutkan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan
makin tingginya tingkat bunuh diri di kalangan remaja seakan tak juga memberi
jawaban tuntas. Bagaimana mungkin seorang remaja mampu mengambil langkah
ekstrim seperti ini? Untuk menelusuri secara mendalam hal ini diperlukan
penggalian yang komprehensif.
Banyak
faktor yang ikut menyumbang andil terhadap tindakan bunuh diri yang dilakukan
remaja. Faktor-faktor yang sering ditemukan di lapangan bisa bersifat serius,
tapi tak jarang ada beberapa faktor yang tak terpikirkan dan dianggap sepele oleh
mayoritas orang, terlebih oleh orang dewasa (orang tua). Kita bisa mencari
informasi terkait baik berupa pemberitaan di media massa sampai laporan
penelitian ilmiah yang dilakukan banyak pihak. Dari sekian banyaknya tindakan
bunuh diri pada remaja, banyak faktor penyebab yang ikut ditemukan. Beberapa
faktor yang ditemukan antara lain masalah tuntutan dan tekanan yang berlebihan
dari keluarga dalam hal ini orang tua, masalah relasi personal dan sosial,
masalah emosi, menjadi korban kejahatan, menjadi korban bullying dengan berbagai variannya, masalah seksual serta gangguan
psikologis dan sosial lainnya. Tentu ini hanya beberapa dari sekian banyak
faktor yang turut memberi andil terhadap fenomena bunuh diri yang terjadi di
kalangan remaja.
Kembali
kepada pemberitaan di KR Sabtu, 3 Juni 2017, disinyalir faktor orang tua
memberi andil terhadap tindakan remaja mengakhiri hidupnya sendiri. Ini menjadi
catatan penting terhadap orang tua. Secara umum orang tua mengharapkan setiap
anaknya tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan. Hal ini baik, sangat positif.
Tetapi kita dapat melihat, persoalan muncul ketika tak jarang harapan orang tua
ini disertai tuntutan bahkan tekanan berlebih terhadap anak-anak. Mewajibkan
anak bertumbuh dan berkembang sesuai keinginan orang tua sering terjadi. Sikap
orang tua seperti ini, ditambah pola asuh yang otoriter dalam berbagai aspeknya
menempatkan anak menjadi obyek semata. Anak yang seharusnya tumbuh sebagai
individu dengan segala kekhasannya hanya bisa pasrah menghadapi segala tuntutan
dari orang tua.
Banyak
dampak negatif yang timbul dari pola asuh penuh tekanan seperti ini. Anak
cenderung hidup dalam bayang-bayang orang tua, tidak mampu bersosialisasi,
merasa minder, terasing dengan lingkungan sosial bahkan juga dengan dirinya
sendiri, mengalami stress dan depresi berlebihan, merasa hidupnya tidak
berguna, mengalami low self-esteem,
dan masih banyak dampak negatif lainnya. Biasanya anak, terlebih yang beranjak
memasuki masa remaja bisa memberikan sikap melawan dengan banyak cara. Perlawanan
ini oleh orang tua secara umum hanya dianggap kenakalan remaja. Perilaku
merokok, menyendiri berlebihan di dalam kamar, mengonsumsi minuman keras dan
narkoba, membentuk geng yang sering
menimbulkan keresahan masyarakat dan lain-lain merupakan sejumlah kecil manifestasi
perlawanan yang dapat muncul. Orang tua lupa, bahkan tidak tahu dampak lain
dari sikap menuntut berlebihan terhadap anak. Dalam situasi tak berdaya dan
kecewa mendalam, perlawanan anak tak lagi ditujukan pada orang tua. Perlawanan
mengarah kepada diri anak sendiri, pada tingkat ekstrim anak mengambil jalan
pintas mengakhiri hidupnya sendiri.
Kejadian
yang diberitakan KR, juga banyak kejadian serupa hendaknya menjadi catatan
penting yang hendaknya diperhatikan para orang tua. Anak-anak yang dilahirkan
oleh para orang tua adalah individu yang unik. Mereka hidup dengan kekhasan
masing-masing. Kenalilah anak-anak, dukunglah mereka bertumbuh dan berkembang
sesuai potensi mereka. Orang tua wajib mengharapkan yang terbaik untuk
anak-anak, namun perlu diperhatikan pula cara mendukung yang tepat, yang sesuai
apa yang khas pada diri anak. Perlu membedakan mana yang dinamakan tegas pada
prinsip, mana yang malah keras dan otoriter. Setiap anak adalah subyek, bukan
obyek bagi orang tua. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi para
orang tua untuk lebih bijak menaruh harapan pada anak-anak.
Concong Catur, 04/06/2017
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
BalasHapusDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny