Valentine Day atau secara bahasa Indonesia dikenal Hari
Kasih Sayang yang jatuh tanggal 14 Februari setiap tahunnya telah menjadi
perayaan universal. Tak dapat dipungkiri, Valentine Day adalah moment yang sangat
istimewa. Dasarnya jelas, merayakan cinta. Nah, siapa yang bisa berpaling dari
cinta? Dari yang paling suci sampai yang disebut paling penjahat sekalipun tak
mampu mengelak dari cinta dan kasih sayang. Lalu mengapa cinta harus
dikhusus-kultuskan dan diistimewakan pada 14 Februari?
Untuk mengetahui muasal Valentine Day, agak gampang-gampang
susah menemukan kepastiannya. Karena sejarah Valentine Day dikisahkan dalam
banyak versi. Bahkan, dalam beberapa catatan dikatakan bahwa perayaan ini
berasal dari mitologi klasik. Meskipun beragam, namun setidaknya hampir
sebagian besar merujuk pada beberapa hal.
Gamelion
Dalam mitologi Yunani klasik, dikisahkan bahwa Zeus,
pemimpin para dewa, jatuh cinta pada Hera.
Lalu menikahlah mereka; perayaan pernikahan Zeus dan Hera dilangsungkan
selama satu bulan penuh. Berdasarkan penanggalan klasik Yunani (kalender
Athena) yang dikonversi ke penanggalan modern, waktu berlangsungnya perayaan
itu antara pertengahan Januari sampai Februari. Perayaan ini dikenal dengan
nama Gamelion, sesuai nama bulan dalam kalender Athena tersebut, dirayakan
setiap tahun sebagai apresiasi terhadap cinta dewa yang paling tinggi. Beberapa
catatan tentang perayaan ini mengatakan bahwa selama perayaan berlangsung,
setiap peserta antara pria dan wanita bebas melakukan apa saja termasuk
berhubungan seksual.
Lupercalian.
Lupercalia merupakan sebuah ritual paganisme dari Romawi
kuno untuk menyembah Lupercus. Lupercus
sendiri digambarkan sebagai seorang pria yang berpakaian kulit domba – maka kadang
digambarkan pula dalam wujud domba berkepala manusia. Setiap tanggal 15
Februari, para pemuda berkumpul untuk mengadakan persembahan kepada Lupercus
berupa seekor domba. Setelah ritual persembahan, domba kurban dan domba-domba
yang sudah disiapkan dihidangkan untuk disantap bersama. Sebagaimana tradisi
Romawi kuno, perayaan ini penuh anggur, nikmat dan memabukkan. Ada juga sesi di mana para pemuda yang telah
makan dan minum anggur ini membawa potongan kulit domba yang dibagikan lalu
diusapkan pada setiap wanita muda yang dijumpai. Tujuannya agar para wanita
muda itu disucikan dan memperoleh kesuburan.
Acara dilanjutkan dengan semacam undian, yang mana setiap
wanita muda menuliskan namanya masing-masing pada sepotong kertas
(papyrus/kulit hewan), dimasukkan ke dalam wadah berupa kendi yang telah
disdiakan. Kemudian satu persatu para pemuda maju dan mengambil selembar kertas
dari kendi, dan nama wanita yang tertera di kertas itu akan menjadi pasangannya
selama perayaan berlangsung. Pasangan-pasangan ini bebas melakukan apa saja termasuk
berhubungan seks sepanjang perayaan tersebut berlangsung, karena keyakinan
bahwa itulah jodoh yang diberikan dewa kepada mereka.
Kisah Valentino
Dari tradisi Romawi lahir pula kisah tentang Valentino –
seorang pastor dari Italia. Ketika Kaisar Claudius II berkuasa (265-270 M)
diberlakukan wajib militer bagi semua pemuda tanpa kecuali. Hal ini demi
semakin mengukuhkan eksistensi Romawi sebagai negara imperial. Kebijakan tersebut
ditolak sebagian pemuda dengan berbagai alasan, termasuk beberapa diantaranya
yang akan segera menikah dan tak ingin meninggalkan kekasih mereka. Lalu para
pemuda tersebut meminta perlindungan dan bersembunyi di kediaman Valentino. Sebagian
pemuda yang meminta perlindungan tersebut kemudian dinikahkan dengan kekasih
mereka masing-masing.
Selang beberapa waktu, semua terbongkar. Valentino ditangkap
dan diadili dengan tuduhan makar melawan kebijakan pemerintah dan divonis
hukuman mati. Dan sambil menanti eksekusi dilaksanakan, Valentino ditahan dalam
penjara. Kebutuhannya sehari-hari dilayani oleh seorang gadis yang buta.
Malam menjelang hari eksekusi, Valentino menulis surat
kepada si gadis buta, mengaku mencintai gadis itu. pada bagian bawah surat
dibubuhi tanda tangan, sebuah gambar hati dan kalimat “From Your Valentine”. Surat
itu diserahkan paginya ketika si gadis datang untuk melayani kebutuhannya
sebelum hukuman dilangsungkan.
Pagi itu, 14 Februari 269, ketika Valentino menjalani
hukuman matinya, keajaiban terjadi atas si gadis buta. Si gadis dapat melihat. Dan
konon benda pertama yang dilihatnya adalah surat cinta Valentino di tangannya.
Kisah di atas hanya sebuah cerita yang berkembang dari zaman
ke zaman. Dan sebagaimana cerita pada umumnya, banyak bumbu yang ditambahkan
untuk membuatnya semakin menarik.
Dalam tradisi Kristen, khususnya Gereja Katolik, nama
Valentino/Valentinus sebagai rujukan kepada satu figur masih diperdebatkan. Hal
ini dapat dilihat dalam catatan bahwa nama tersebut merujuk pada tiga pribadi
berbeda: seorang pastor di Roma, seorang uskup, juga seorang martir di provinsi
Romawi Afrika.
Santo Valentino dalam
Tradisi Gereja
Ketika Kaisar Konstantinus menjadi penguasa Romawi, Gereja
memperoleh masa kejayaan. Konstantinus berperan dalam mendeklarasikan Edik
Milan tahun 313 yang memberi toleransi bagi kekristenan dalam kekaisaran,
termasuk menghimpun Konsili Nicea Pertama tahun 325. Langkah Konstantin merupakan
sebuah revolusi politik yang punya pengaruh besar terhadap perkembangan
kekaisaran Roma juga agama Kristen.
Tahun 496, Paus GelasiusI Angin segar yang diperoleh Gereja
membuat Gereja berusaha menghapus segala tradisi pagan yang dipandang kafir
serta amoral. Langkah strategis yang dipakai salah satunya adalah dengan cara
mengadopsi tradisi pagan dan memberinya nuansa Kristen. Salah satunya antara
lain tahun 496 Paus Gelasius I tetapkanlah peringatan Santo Valentinus tanggal
14 Februari yang dirayakan dalam Gereja untuk menggantikan ritual Lupercalian.
Tahun 1969 peringatan santo Valentinus dihapus dari kalender
gerejawi. Alasannya karena Gereja ingin menghapus santo-santa yang asal-usulnya
tidak jelas atau bahkan hanya berdasarkan legenda. Walaupun demikian, hari peringatan
ini terlanjur dirayakan dan menyebar ke seluruh dunia.
Valentine's dan Cinta
Romantis
Hubungan perayaan peringatan Valentinus dan cinta romantis
dihubungkan dengan dua hal. Pertama, ajaran
bahwa Gereja adalah mempelai Kristus. Ajaran ini, cinta Kristus kepada manusia
yang total, oleh penganut gnostistisisme disimbolkan secara manusiawi dalam
hubungan cinta pria dan wanita, yang berpuncak pada hubungan suami istri,
bersatu secara jiwa-badan. Kedua, pada
abad pertengahan perayaan Valentine Day 14 Februari lalu disosiasikan dengan kebiasaan
burung-burung mencari pasangan untuk kawin, berlangsung sekitar pertengahan
Februari. Burung ini secara khusus kemudian merujuk pada burung Flamingo. Yang
khas pada burung Flamingo adalah mereka akan berubah menjadi semakin berwarna
pink ketika musim kawin. Mungkin dari sinilah lahir asosiasi cinta romantis
dengan warna pink.
Valentine’s Day:
Merayakan Cinta
Terlepas dari segala mitos, legenda dan tradisi, pada era
modern ini Valentine Day tetap dirayakan setiap tanggal 14 Februari. Hari ini
adalah saat orang-orang merayakan kasih sayang, merayakan cinta. Lantas mengapa
cinta mesti dirayakan?
Cinta merupakan sebuah perasaan positif dari manusia. Cinta bersifat
aktif, bersumber dan bermuara, berasal dari subyek kepada obyek. Meskipun dalam
bahasa Yunani dikenal tiga klasifikasi cinta: eros, philia dan agape, cinta adalah aktus emosi yang
mendalam dari subyek kepada obyek. Banyak pemikiran filosofis atas aktivitas
manusia menunjukkan bahwa hidup berlangsung karena dorongan cinta, dalam
tataran antropologis sampai teologis.
Pemikiran ini manghantar pada pemahaman bahwa merayakan
cinta berarti merayakan kehidupan dalam relasi manusia dengan benda dan makluk
lain, manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan. Aktus cinta melibatkan
pengorbanan, perhatian, empati, kepatuhan dan lain-lain. Aktus cinta mencakup
segala perasaan positif yang mengarahkan pada kebaikan universal, kebaikan
tertinggi. Dalam pemahaman ini, bahwa cinta mengarahkan pada kebaikan, kejahatan
atas nama cinta adalah klise.
Selamat merayakan cinta, perbanyak kebaikan dan hindari yang
jahat.
Pict dari Google.