Kepemimpinan
transformative (transformative leadership)
merupakan salah satu model
kepemimpinan yang populer di samping model
kepemimpinan yang lainnya. Kepemipinan transformatif
didefinisikan sebagai sebuah bentuk kepemimpinan
di mana figur pemimpin menggunakan
karisma mereka untuk melakukan transformasi dan merevitalisasi organisasinya Kepemimpinan transformatif selanjutnya diuraikan lebih lanjut sebagai kepemimpinan yang mampu mengontrol, memanage, membimbing dan
mengarahkan orang lain kepada perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik dan
inovatif menuju suatu sasaran tertentu. Kepemimpinan model ini ditandai dengan empat ciri, yaitu karismatik, inspirasional,
stimulasi intelektual dan perhatian individual.
Kata
transformasi berasal dari dua kata dasar, ‘trans dan form.’ Trans berarti
melintasi dari satu sisi ke sisi lainnya (across), atau melampaui (beyond); dan
kata form secara sederhana berarti
bentuk. Transformasi mengandung makna perubahan bentuk, sering diartikan
adanya perubahan atau perpindahan bentuk yang jelas. Pemakaian
kata transformasi dalam kepemimpinan
menjelaskan perubahan yang bertahap dan terarah tetapi tidak radikal.
Istilah transforming leadership digunakan pertama kali oleh
James MacGregor Burns dalam bukunya “Leadership”, diterbitkan tahun 1978. Menurut
Burns, para pemimpin transformatif mengedepankan nilai-nilai moral para
pengikut untuk meningkatkan keyakinan mereka tentang berbagai isu etika dan memobilisasi
daya dan sumber daya mereka untuk mereformasi sesuatu.
Kemudian Bernard M. Bass dalam Leadership and Performance beyond Expectations (1985), mengembangkan studi tentang kepemimpinan transformatif itu. Menurut Bass, ada empat perilaku kepemimpinan
transformatif yang membedakannya
dari teori kepemimpinan lainnya, yakni:
a) Idealized Influence, perilaku pimpinan yang menggunakan
cita-cita untuk mempengaruhi orang lain. Perilaku ini mampu menumbuhkan emosi
yang amat kuat bagi pengikut.
b) Intelectual Stimulation. Perilaku kepemimpinan yang mendorong
pengikut/orang lain secara intelektual: kreatif dan inovatif
c) Individualized Consideration. Perilaku kepemimpinan yang
senantiasa memberi perhatian secara individual, termasuk memberi dukungan,
membangun semangat dan memberikan bimbingan kepada pengikutnya.
d) Inspirational Motivation, perilaku kepemimpinan yang selalu
memberi semangat dan memberi motivasi secara inspirasional kepada pengikutnya.
Setidaknya pemimpin yang
transformatif memiliki ciri-ciri berikut. Pertama, seperti yang disebutkan
di atas, mereka memiliki karisma yang dapat menghadirkan sebuah visi yang kuat
dan memiliki kepekaan terhadap misi kelembagaannya. Ini berarti setiap
gerak dan aktivitasnya senantiasa disesuaikan dengan visi dan misi
organisasinya. Inilah yang dijadikan sebagai acuan untuk tetap konsisten dalam
mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya.
Kedua,
mereka senantiasa menghadirkan stimulasi intelektual. Artinya, mereka selalu
membantu dan mendorong para pengikutnya untuk mengenali ragam persoalan dan
cara-cara untuk memecahkannya. Ini
berarti para pengikutnya diberi kesempatan untuk berpartisipasi
mengidentifikasi persoalan dan secara bersama- sama mencari cara penyelesaian
yang terbaik. Dalam karakteristik ini, pemimpin transformatif lebih banyak
mendengar ketimbang memberikan instruksi.
Ketiga,
pemimpin yang transformatif memiliki perhatian dan kepedulian terhadap setiap
individu pengikutnya. Mereka memberikan dorongan, perhatian, dukungan kepada
pengikutnya untuk melakukan hal yang terbaik bagi dirinya sendiri dan
komunitasnya.
Keempat,
pemimpin transformatif senantiasa memberikan motivasi yang memberikan inspirasi
bagi pengikutnya dengan cara melakukan komunikasi secara efektif dengan
menggunakan simbol-simbol, tidak hanya menggunakan bahasa verbal.
Kelima,
mereka berupaya meningkatkan kapasitas para pengikutnya agar bisa mandiri,
tidak selamanya tergantung pada sang pemimpin. Ini berarti pemimpin
transformatif menyadari pentingnya proses kaderisasi dalam transformasi
kepemimpinan berikutnya. Ini berbeda dengan model kepemimpinan karismatik yang memosisikan
para pengikutnya tetap lemah dan tergantung pada dirinya tanpa memikirkan
peningkatan kapasitas dari para pengikutnya.
Keenam,
para pemimpin transformatif lebih banyak memberikan contoh ketimbang banyak
berbicara. Artinya, ada sisi keteladanan yang dihadirkan kepada para
pengikutnya dengan lebih banyak bekerja ketimbang banyak berpidato yang
berapi-api tanpa disertai tindakan yang konkret.
Dalam
perspektif kepemimpinan transformatif tadi, sekat yang membatasi antara peran
kaum muda dan golongan tua sejatinya justru menjadi jembatan dalam melakukan
proses transformasi kepemimpinan. Persoalan sesungguhnya bukan terletak pada
kutub perbedaan cara pandang antara kaum muda versus kaum tua,antara
prokemapanan versus properubahan. Persoalan
sesungguhnya justru terletak pada bagaimana membangun mekanisme dan sistem
transformasi kepemimpinan. Hal itu hanya bisa berjalan jika ada visi dan
konsistensi yang kuat dalam jiwa seorang pemimpin.
Bacaan:
Miftah
Toha, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta:
PT Raja Grapindo, 2006
Gerald
Greenberg dan Robert A Baron, Behavior in Organization, Ohio State
University, 2003